Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Pancasilanomics Jalan Keadilan dan Kemakmuran

Arif Budimanta Direktur Eksekutif Megawati Institute
08/10/2019 07:10
Pancasilanomics Jalan Keadilan dan Kemakmuran
Ilustrasi MI(MI/Tiyok)

PANCASILA sebagai filosofi bangsa sejatinya akan terasa nyata di rakyat apabila menjadi praksis dalam pengelolaan kehidupan perekonomian nasional. Jika tidak, dia hanya sekadar menjadi mantra dan jargon semata, yang hanya muncul di kala krisis dan di Hari Kesaktian Pancasila.

Pancasila sebagai platform yang mengatur perekonomian nasional dapat kita artikulasikan sebagai ekonomi pancasila atau disebut juga dengan Pancasilanomics.

Pancasilanomics adalah suatu sistem pengaturan tata laksana hubungan antara negara dan warga negara yang ditujukan untuk memajukan kemanusiaan dan peradaban. Memperkuat persatuan nasional melalui proses usaha bersama/gotong royong dengan melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warga negara yang dilandasi oleh nilai-nilai etik dan pertanggungjawaban kepada Tuhan YME (Budimanta: 2012).

Sistem itu menempatkan keseimbangan sosial yang menjadi tujuan akhir, bukan keseimbangan pasar. Tiga corak penting dalam sistem itu, pertama, Pancasila ialah jiwa atau roh dari jalannya sistem perekonomian yang berbasis kepada konstitusi.

Kedua, tidak antipasar. Akan tetapi, pasar dimaknai sebagai resultan relasi sosial dari kontestasi antara kekuasaan dan modal. Ketiga, negara harus hadir untuk mendukung dan menopang pelaku pasar yang lemah dan terlemahkan. 

Corak itulah yang nantinya harus menjadi identitas dari ekonomi pancasila yang dapat diterapkan pada pengambilan kebijakan ekonomi, baik berkenaan dengan fiskal, moneter, maupun riil.

Semangat dan corak itu tidak boleh hanya berhenti dalam tataran konsep saja. Untuk bisa merealisasikan dalam tataran operasional, setidaknya ada lima pilar yang harus menjadi pedoman. Pertama, pembangunan ekonomi harus berorientasi keadilan.

Kedua, negara menjamin pemenuhan hak sosial warga negara untuk mendapatkan kesempatan yang setara dalam setiap dinamika perekonomian. Ketiga, pengembangan ekonomi yang mengacu pada pemerataan pembangunan. Keempat, pengelolaan perekonomian negara digagas dan diselenggarakan untuk mempersatukan bangsa. Kelima, pembangunan yang berkelanjutan menjadi perencanaan strategis nasional.

Pilar-pilar penting itu telah sejalan dengan visi pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, yakni terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.     

Untuk mencapai visi itu, telah ditetapkan sembilan misi yang dua di antaranya berkaitan langsung dengan perekonomian. Pertama, struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing yang ditunjukkan oleh pemantapan sistem perekonomian yang berlandaskan Pancasila.     

Kedua, pembangunan yang merata dan berkeadilan. Cita-cita dan paradigma pembangunan yang ditawarkan Jokowi-Ma’ruf Amin harus tampak nyata sebagai ukuran keberhasilan kebijakan dan program yang dijalankan. Keluaran yang nyata itu harus terlihat pada lima hal yang menjadi roh pembangunan dan kebijakan ekonomi lima tahun ke depan.

Roh pertama, penciptaan kehidupan perekonomian yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong. Kedua, penguatan posisi usaha rakyat dalam kehidupan perekonomian. Ketiga, penciptaan ekosistem usaha yang adil. Keempat, pemanfaatan SDA dan energi sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat. Kelima, pemenuhan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagai warga negara.

Tentu saja tak mudah menjalankan itu semua. Apalagi, saat ini kondisi perekonomian masih menghadapi beragam halangan. Misalnya, terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang seperti tak mampu menembus batas di atas 5%. Padahal, Presiden Jokowi senantiasa mengingatkan agar keluar dari ‘jebakan’ itu.

Tak kalah peliknya, ketimpangan antarwilayah. Kontribusi Pulau Jawa terhadap pertumbuhan ekonomi masih sangat dominan. Hal itu merupakan ekses dari kecenderungan pembangunan yang bersifat ‘national oriented’.

Ketimpangan juga terjadi pada antarwarga di bidang pendapatan. Kendati sudah mengalami penurunan seperti ditunjukkan melalui rasio gini, tapi masih tergolong tinggi. Begitu juga terjadi pada penguasaan aset, yang dicoba eliminasi melalui kebijakan reforma agraria.

Di tengah perkembangan pendapatan masyarakat yang belum merata, upaya mengatasi ketimpangan makin sulit. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan Badan Pusat Statistik, sebenarnya periode Maret 2016-Maret 2017 peningkatan pendapatan relatif merata di beberapa kelompok masyarakat. Akan tetapi, kondisi itu tidak terjadi pada 2018. Peningkatan pendapatan lebih dirasakan 10% teratas yang sudah kaya raya.

Selanjutnya, ialah defisit neraca pembayaran dan transaksi berjalan juga masih membayang-bayangi perekonomian nasional. Belum lagi neraca perdagangan yang juga fluktuatif sehingga berpotensi memperlemah daya tahan perekonomian.

Mengacu pada kondisi itu, beberapa waktu lalu, saya bersama sejumlah akademisi dari beberapa perguruan tinggi bersepakat dalam rumusan: prinsip-prinsip Pancasila harus menjadi panduan dalam program dan kebijakan pemerintah ke depan, demi menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara berkesinambungan.

Kami memberikan lima rekomendasi untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil dan makmur. Pertama, mempersempit ketimpangan dalam kepemilikan aset melalui pola koperasi antara yang besar dan yang kecil serta antara dunia usaha dan individu (rumah tangga) agar tercipta ekses kesejahteraan secara berkesinambungan melalui proses peningkatan kapasitas produktif.

Kedua, mendorong wawasan pembangunan yang memprioritaskan penguatan domestik dengan membangun model pembangunan ekonomi berbasis kekuatan lokal, terutama di bidang produksi. Dengan demikian, sumber daya lokal berkembang bahkan mampu merespons peluang di dunia global.

Ketiga, mendukung penguatan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Upaya pengembangan koperasi dilakukan melalui peningkatan kapasitas, jangkauan, dan inovasi koperasi. Untuk meningkatkan UMKM pemerintah harus mendorong terciptanya kemitraan usaha di lingkungan kelompok usaha itu.

Keempat, mendorong wawasan kebangsaan bagi penyelenggara usaha negara dengan mengembangkan prinsip national interest bagi penyelenggara utama dalam kegiatan usaha negara melalui BUMN. Dengan demikian, BUMN dapat menjadi aktor penting yang terlibat dalam pengembangan UMKM dan koperasi.

Rekomendasi kelima, penguatan keadilan dan ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan berkualitas dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan prinsip keadilan, pemerintah harus melakukan redistribusi lahan produktif untuk meningkatkan produktivitas petani. Lalu, menjamin hak semua pelaku ekonomi atas akses sumber daya. Peningkatan kapasitas dan kualitas petani, pekebun, nelayan, dan pelaku usaha lain, serta ketersediaan kesempatan kerja layak bagi setiap orang.

Terkait dengan upaya meningkatkan ketahanan ekonomi, pemerintah harus mengembangkan kebijakan ketahanan ekonomi makro melalui pengelolaan keuangan negara yang lebih hati-hati (prudent) sehingga tidak menjadi kendala bagi program pembangunan. Sementara itu, untuk mewujudkan prinsip berkelanjutan dalam pembangunan, pilar-pilar sustainable development goals (SDGs) terkait dengan masalah ekonomi perlu dijadikan acuan. Misalnya, terciptanya pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, serta kemitraan untuk mencapai tujuan keadilan dan pemerataan.

Hasil dari pemikiran itu diharapkan menjadi bagian integral dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan demikian, prinsip-prinsip dalam rekomendasi bersifat mengikat. Selain itu, rekomendasi ini juga diharapkan menjadi prioritas nasional.

Dengan begitu, pidato Bung Karno pada 1 juni yang menyatakan dengan Pancasila maka setiap warga negara merasa dipangku oleh Republik hadir dan dirasakan dalam kehidupan kebangsaan kita, itulah syarat bagi nasional yang abadi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya