Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

RUU Pertanahan dan Pemindahan Ibu Kota

Aartje Tehupeiory Dosen Pascasarjana Prodi Magister Ilmu Hukum dan Ketua LPPM UKI, Jakarta
24/9/2019 07:15
RUU Pertanahan dan Pemindahan Ibu Kota
Opini(Dok.MI/Seno)

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Pertanahan masih mengandung banyak masalah. Sejumlah polemik terkait dengan kehadiran RUU ini menunjukkan bahwa tanah merupakan sumber produksi yang sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, persoalan pertanahan menjadi persoalan yang krusial. Secara konstitusi, RUU Pertanahan diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang terkandung pengertian semua tanah di seluruh wilayah negara RI dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Hal itu juga diatur dalam Ketetapan (Tap) MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, bermakna mengembalikan prinsip kebijakan pengelolaan kekayaan agraria nasional/sumber daya alam (SDA), dan percepatan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sesuai UU Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang mempunyai napas kerakyatan dan keadilan sosial sebagai payung hukum pengelolaan kekayaan agraria nasional/SDA. Ketetapan itu menjadi landasan dalam setiap pembuatan kebijakan dan semua undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

Namun, saat ini masalah sengketa atau konflik pertanahan yang ada, yang sudah dicoba untuk diatasi melalui kebijakan, ternyata kontraproduktif, tidak memberikan solusi. Adanya dorongan yang kuat dari DPR/pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini melalui RUU Pertanahan didasarkan pada pertimbangan pragmatis, yakni memberikan akses kepada masyarakat, menarik investor, menyelesaikan sengketa/konflik dan perkara pertanahan, serta sebagai penghubung/jembatan terhadap berbagai pengaturan sektoral yang tidak harmonis.

Hal-hal positif terlihat. Pertama, misalnya, penghapusan aturan konversi karena memang sudah tidak diperlukan lagi. Kedua, sistem publikasi positif di bidang pendaftaran tanah. Ketiga, pengaturan tentang pengadilan pertanahan. Keempat, penyederhanaan jenis hak atas tanah. Kelima, luas maksimum HGU, HGB, dan hak pakai diatur dalam peraturan pelaksanaannya. Keenam, pemanfaatan ruang di bawah tanah dapat diberikan dengan sesuatu hak atas tanah.

Perubahan-perubahan ini dapat memunculkan potensi masalah baru dan polemik terhadap RUU Pertanahan yang bertentangan dengan rasa keadilan dan reformasi agraria yang dituangkan dalam janji Nawa Cita. Kehadiran RUU harus ditempatkan sebagai kebijakan yang mengimplementasikan mandat yang diatur dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960, baik secara filosofis maupun yuridis, yang bermakna bahwa RUU tidak boleh menggantikan UUPA. Ada beberapa hal krusial dalam RUU Pertanahan yang harus diberikan solusinya.

Terkait dengan rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, banyak hal telah dipertimbangkan untuk merealisasikannya. Berbagai aspek harus dipertimbangkan dan dimatangkan, seperti rencana induk (masterplan), desain tata ruang, dan yang terpenting ialah regulasi, sehingga tidak menimbulkan potensi sengketa, konflik, dan perkara pertanahan.

Implikasi RUU Pertanahan

Pemindahan ibu kota dirancang sebagai representasi dari kemajuan bangsa yang dilakukan dengan pembangunan infrastruktur (pertanian, perikanan, perkebunan, industri, dan sebagainya). Hal ini mempunyai implikasi terhadap RUU Pertanahan yang krusial.

Dalam RUU Pertanahan terdapat substansi yang dinilai bermasalah, antara lain kewenangan atas ruang dan kawasan yang tidak diberikan definisinya, serta dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah. Lalu, bagaimana dengan pemerintah desa dan masyarakat hukum adat? RUU belum mengakomodasi kepentingan masyarakat yang seharusnya dijangkau (mengatur tanah, perairan, hutan, sumber daya alam/objek hak wilayah).

Selain itu, hal yang juga menjadi krusial dalam RUU Pertanahan ini ialah pemikiran tentang sistem positif pendaftaran tanah, title insurance, dan operasionalisasi lembaga rechtsverwerking. Sementara itu, tentang bank tanah, dinilai mempersulit aturan distribusi tanah untuk kegiatan pertanian. Salah satunya ialah bagaimana menciptakan kedaulatan pangan agar menjamin kesejahteraan dan kehidupan para petani, bukan hanya mengakomodasi kepentingan segelintir kelompok menguasai perkebunan sawit melalui hak guna usaha (HGU) dan izin lokasi lebih kurang 14 juta hektare.

Selanjutnya, wadah pengaturan ketentuan tentang pengadilan pertanahan. Ini merupakan terobosan dalam penanganan konflik/sengketa pertanahan, terutama terkait persoalan HGU, tanah yang telantar, dan penanganan sengketa-sengketa lahan. Oleh karena itu, pengaturannya dan terbentuknya sebuah lembaga peradilan baru harus dengan koordinasi Mahkamah Agung. Seyogianya dibentuk peradilan ad hoc pertanahan di tingkat pertama dan tingkat kasasi di setiap provinsi, khususnya di kota-kota besar di Indonesia, untuk menyelesaikan sengketa-sengketa terkait dengan kasus-kasus pertanahan. Tugas peradilan ini tidak hanya memeriksa bukti-bukti formal. Kebenaran materiil juga harus diperhatikan dengan memahami asas-asas penguasaan tanah dan perlindungan hukum kepada para pemegang hak atas tanah.

Kemudian, pengaturan tentang pemilikan satuan rumah susun menyangkut hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS) menunjukkan penafsiran yang berbeda dengan asas pemisahan horizontal yang berdasarkan hukum adat. Selain itu, mempunyai korelasi dengan hak tanggungan, menyangkut jaminan tidak termasuk tanah bersama. Hal ini bertentangan dengan konsepsi pemilikan satuan rumah susun pemilikan bersama yang tidak terpisahkan atas tanah, bagian, dan benda. Klausul 'keadaan tertentu' itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena pengecualian itu menunjukkan tidak adanya ketegasan. Ada kerancuan juga antara sanksi dan kemudahan pelayanan.

Solusi

Secara umum, solusi dari berbagai polemik RUU Pertanahan yang timbul ialah dengan harapan menghasilkan UU Pertanahan yang berkualitas karena RUU Pertanahan ini merupakan penyempurnaan dari UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Seyogianya, mengoordinasikan dan menyinkronkan dengan kementerian dan lembaga-lembaga terkait (ESDM, KKP, KLHK, Kemenhan) sehingga melahirkan titik temu dalam menjalankan tugas antara kementerian dan lembaga yang terkait.

Dengan mematuhi asas atau prinsip-prinsip yang mendasari UUPA (Landasan Hukum Penguasaan Tanah/Penjelasan Umum II.2 UUPA) dan prinsip-prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan SDA dalam Tap MPR RI Nomor IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Memperhatikan putusan MK yang relevan sebagai suatu norma baru dalam rumusan peraturan perundang-undangan.

Pemberian hak atas tanah di atas tanah hak wilayah. Pemberian hak didasarkan pada perjanjian tertulis antara masyarakat hukum adat (MHA) dan pihak ketiga. Perjanjian merupakan syarat pengajuan permohonan hak atas tanah. Perpanjangan dan pembaruan hak dapat dimohonkan dengan persetujuan tertulis dari MHA jika MHA masih ada. Jika MHA tidak ada lagi, permohonan diajukan kepada negara.

Birokrasi di bidang pertanahan perlu disederhanakan, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, prinsip kehormatan terhadap hak-hak atas tanah, dan prinsip keadilan. Selain itu, asas-asas yang mengatur mengenai penguasaan dan pemilikan tanah serta perlindungan yang diberikan hukum tanah nasional juga harus diperhatikan.

Seyogianya pembahasan RUU Pertanahan yang relevan dengan pemindahan ibu kota negara dapat dilakukan dengan harmonisasi dan diakomodasi dalam RUU Pertanahan dengan mewujudkan satu undang-undang yang komprehensif dan berfungsi sebagai lex specialis dengan dilandasi aspek sosiologis, filosofis, yuridis, dan ekologis.

Jalan pintas yang berpotensi terjadinya kesenjangan dalam akses terhadap perolehan dan pemanfaatan tanah yang semakin memicu terjadinya konflik/sengketa pertanahan agar dihindari. Karena itu, sebaiknya RUU Pertanahan ditunda agar sejalan dengan program pokok pemerintah menuju masyarakat yang berdaulat serta perlu diharmonisasikan dengan regulasi yang lain dan dipersiapkan dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan rencana pemindahan ibu kota tersebut.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya