Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MENJELANG debat kedua Pilpres 2019, Sudirman Said, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang dicopot Presiden Joko Widodo, mengemukakan informasi terkait penindakan mafia migas Petral.
Sudirman Said, yang kini menjabat sebagai Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, mengatakan bahwa pembubaran Petral tak serta-merta membasmi praktik mafia migas di Indonesia. Pasalnya, jaringan mafia migas Petral belum diusut secara tuntas oleh KPK.
Menurut Sudirman, tidak diusutnya mafia migas Petral lantaran hasil audit forensik tidak diperbolehkan untuk dilaporkan ke KPK. Ia mengaku sempat berencana melaporkan temuan audit forensik mafia migas Petral ke KPK. Namun, rencana tersebut batal karena dihalangi dan dicegah oleh 'atasannya', tanpa menyebut siapa atasan yang dimaksud.
Komitmen Jokowi
Pada 1969, Pertamina dan beberapa warga negara Amerika Serikat mendirikan Petra Group. Tujuannya untuk memasarkan minyak mentah dan produk minyak Indonesia ke pasar Amerika Serikat. Petra Group berkedudukan di Hong Kong, mempunyai anak perusahaan bernama Pertamina Energy Services Limited (PES), yang berkedudukan di Singapura.
Pembentukan Petra Group tidak terlepas dari kepentingan elite penguasa Orde Baru untuk mendapatkan rente dari ekspor minyak. Awalnya, saham Petra Group dimiliki oleh Pertamina, Bob Hasan dan Tommy Soeharto. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Soeharto, seluruh saham Petra Group diambil alih oleh Pertamina.
Pada saat Indonesia masih mengekspor Minyak, kegiatan Petra Group hanya sebagai 'agen penjualan' minyak. Setelah Indonesia menjadi net importer, kegiatan utama Petral adalah impor BBM. Petral ditunjuk oleh Pertamina sebagai satu-satunya anak perusahaan Pertamina untuk melakukan pengadaan seluruh kebutuhan impor BBM. Pengadaaan Impor BBM inilah yang menjadi sasaran bagi mafia migas dalam pemburuan rente. Semakin tinggi volume impor BBM, semakin tinggi pula rente yang diperoleh mafia migas.
Memang tidak mudah bagi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) mengungkap permainan mafia migas di Petral. Selain sudah bercokol terlalu lama, sepak-terjang mereka juga sangat sistemik dan sulit dikenali. Hampir tidak ada jejak yang dapat digunakan sebagai alat bukti, kecuali indikasi penyimpangan.
Ada indikasi bahwa tidak dibangunnya kilang minyak selama 20 tahun terakhir ini, merupakan permainan mafia migas agar impor BBM semakin meningkat. Sehingga hal itu menguntungkan mafia migas dalam berburu rente yang bermain di Petral. Pemburuan rente melalui Petral itu dilakukan baik melalui bidding, maupun blending pengadaan impor BBM.
Sepintas tidak ada yang mencurigakan dalam proses bidding secara daring. Namun, proses bidding itu memunculkan beberapa anomali dalam proses tender pengadaan impor BBM. Data menunjukan bahwa tender selalu dimenangi oleh National Oil Company (NOC), yang negaranya tidak memiliki sumber minyak, di antaranya NOC Vietnam, Thailand, Italia dan Maldive. Sedangkan, NOC Inggris, Prancis dan Norwegia tidak pernah memenangkan tender.
Anomali inilah yang mengindikasikan bahwa ada permainan mafia migas dalam pengadaan impor BBM melalui bidding di Petral. Hasil audit forensik ternyata mengonfirmasi temuan TRTKM. Temuan itu mengindikasikan bahwa beberapa NOC yang menang tender ternyata hanya digunakan sebagai bendera, bukan sebagai pemasok BBM. Sedangkan pemasok sebenarnya adalah perusahaan berinsial GRE. Selama 3 tahun, GRE telah memasok BBM ke Petral senilai US$18 miliar atau setara Rp250 triliun.
Potensi penyimpangan lainnya dalam impor BBM adalah adanya proses blending dalam pengadaan RON88 alias premium. Lantaran tidak lagi dijual di pasar internasional, pengadaan RON88 dilakukan dengan membeli RON92, lalu diblending di Malaysia dan Singapura, yang menggelembungkan biaya. Sehingga harga RON88 yang dibeli Pertamina menjadi lebih mahal.
Impor premium, dengan harga yang mahal itu, dijual di dalam negeri dengan harga subsidi, sehingga menimbulkan disparitas harga. Dampaknya, mafia migas melakukan penyelundupan BBM bersubsidi ke luar negeri. Dengan demikian, subsidi BBM, yang memberatkan APBN, tidak hanya salah sasaran, tetapi juga memberikan subsidi kepada penyelundup.
Berdasarkan temuan tersebut, TRTKM merekomendasikan pengalihan kewenangan pengadaan impor BBM dari Petral di Singapura ke Integrated Supply Chain (ISC), yang berkedudukan di Jakarta. Sejak dialihkan kewenangan impor BBM, Petral tidak lagi melakukan kegiatan operasional yang berarti, sehingga akhirnya Petral dibubarkan pada 13 Mei 2015.
Tanpa komitmen dan endorse Presiden Joko Widodo, kayaknya mustahil Petral dapat dibubarkan, lantaran ada kekuatan dahsyat yang selalu mencegahnya. Dalam suatu kesempatan, Dahlan Iskan, Menteri BUMN era SBY, mengatakan bahwa ia sesungguhnya berniat membubarkan Petral, namun ada kekuatan langit tujuh yang mencegahnya. Tidak mengherankan kalau Petral sebagai sarang mafia migas tidak bisa dibubarkan hingga Pemerintahan SBY berakhir.
Dengan komitmen dan endorse Presiden Joko Widodo tersebut, agak aneh kalau Presiden menghalangi dan mencegah Sudirman Said untuk melaporkan temuan audit forensik ke KPK. Sebelumnya, TRTKM sudah melaporkan temuannya kepada KPK, tanpa dihalangi dan dicegah oleh Presiden Joko Widodo. Pertamina juga sudah melaporkan hasil audit forensik ke KPK, tanpa dicegah oleh Menteri ESDM Sudirman Said.
Bahkan, KPK sudah menerima hasil audit forensik Petral dari Pertamina pada November 2015. Baru-baru ini, KPK memastikan bahwa pihaknya masih menyelidiki dugaan korupsi di Petral. Kalau benar perkataan Sudirman adanya upaya penghalangan dan pencegahan laporan audit forensik ke KPK, bagaimana KPK bisa mengusut dan menyelidikinya hingga kini?
Berdasarkan laporan temuan TRTKM dan laporan hasil audit forensik Pertamina kepada KPK, pernyataan Sudirman- bahwa ada penghalangan dan pencegahan dari atasan terhadap pelaporan hasil audit forensik ke KPK– merupakan bentuk disinformasi, yang mengarah pada kebohongan untuk kepentingan sesaat, pemenangan Pilpres 17 April mendatang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved