Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Suara Knalpot Bising Bikin Pening

Mathias S Brahmana Wartawan Media Indonesia
29/5/2018 15:17
Suara Knalpot Bising Bikin Pening
(ANTARA/Zainuddin MN)

KNALPOT racing alias brong semakin merajalela. Ibu-ibu di kompleks kerap panik mencari anak kecilnya yang sedang bermain di bibir jalan ketika mendengar suara berisik komplotan sepeda motor dari kejauhan.

Suara modif pembakaran sepeda motor mereka, selain memekakkan telinga, telah membuat takut masyarakat.

Pengendaranya, lebih sering anak baru gede (ABG). Kalau dalam bahasa orangtua nih, kencing saja belum lurus. Namun, jangan sekali-sekali menganggap enteng. Kalau mereka sedang bergerombolan, anak-anak itu merasa seperti Ali Topan.

Mereka penguasa jalanan. Tidak boleh ada yang menghalangi. Ambil contoh kejadian di Jalan Raya Perjuangan, Kota Bekasi, Rabu (23/5) siang.

AS, 17, siswa SMK Darul Takwa dan rekannya, IY, 16, yang sedang naik sepeda motor, sekembali dari rumah sang kakek, diburu gerombolan anak-anak itu.

AS dan IY yang sedang menunaikan ibadah puasa dibacok secara brutal. AS tewas dengan luka di leher, perut, dan pinggang. Luka yang sama diderita IY, tapi syukurlah nyawanya terselamatkan dan kini dalam perawatan medis.

Sungguh sangat mengherankan mengapa anak-anak itu bisa sebrutal itu meski tidak ada masalah. Konyolnya, jumlah warga yang menyaksikan pembacokan jauh lebih banyak ketimbang gerombolan itu.

Namun, semua hanya menonton dan mengambil gambar atau memvideokan lewat ponselnya. Sikap masyarakat yang saat ini lebih mengutamakan memvideokan setiap kejadian kejahatan ketimbang menolong akan menjadi bahaya bersama. Suatu saat kejahatan menimpa yang memvideokan, orang lain juga berlaku sama, cukup memvideokan saja, tak perlu ditolong.

Ambigu

Soal aturan hukum, ternyata memang dasar hukumnya ambigu. UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hanya menyinggung tapi tidak mengatur tentang knalpot bising.

Bunyinya, 'Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu (dua ratus lima puluh ribu rupiah).'

Terkait dengan kebisingan suara, sama sekali tidak ada pengaturannya dalam UU No 22 Tahun 2009. Kebisingan suara memang disinggung pada Pasal 48 ayat (3) huruf b, tapi ayat di bawahnya (4) menyatakan lagi, mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah (PP).

PP khusus kebisingan knalpot belum terbit, tetapi barangkali bisa mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 07 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Baru. Adapun tingkat kebisingan knalpot motor standar yang diatur dalam peraturan menteri tersebut, yakni 80 cc maksimal 80 dB (desibel), < 80-175 cc maksimal 90 dB, serta < 175 cc maksimal 90 dB.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 07 Tahun 2009 mengacu pada standar global ECE (Economic Comission for Europe)-R-41-01. Jadi, akan panjang perdebatannya jika polisi coba-coba menilang knalpot bising. Pasalnya, aturan pengertian knalpot mengacu pada bentuk standar yang dikeluarkan pabrik, bukan didasarkan pada tingkat kebisingan yang dikeluarkan knalpot itu sendiri. Jadi jelaslah, karena PP Pelaksana UU No 22 Tahun 2009 belum terbit, penerapan sanksi bagi kebisingan knalpot belum mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Untuk menghukum pelakunya, suatu hari seorang polisi menghentikan sepeda motor yang knalpotnya memekakkan telinga. Polisi itu menyuruh remaja pengendara jongkok dekat ujung knalpot. Lalu, memain-mainkan pedal gas motor. ABG itu menutup telinganya rapat-rapat dan menangis tidak kuat. Ternyata ia juga tidak tahan dengan suara bisingnya.

Lantas bagaimana seorang polisi di jalanan mengukur tingkat kebisingan suara motor? Ini era teknologi. Cara mengukurnya pun mudah. Aplikasi Sound Meter bisa diunduh di Playstore. Caranya, alat pengukur ditempatkan sejauh 50 cm dari moncong knalpot. Hasilnya akan tertera sesuai tingkat disibel kebisingannya. Masyarakat menanti cara polisi membuat jera pemotor bising yang telah membuat pusing. (J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya