Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Suara Daerah (III): Harus Tinjau Izin Tambang

13/3/2017 08:47
Suara Daerah (III): Harus Tinjau  Izin Tambang
(Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan--MI/YOSE HENDRA)

Sejumlah daerah di Tanah Air seakan menjadi langganan bencana. Akan tetapi, para pemimpin daerah otonom ternyata mengaku tidak bisa berbuat banyak dalam mengantisipasi bencana karena persoalan kewenangan.

BANJIR dan tanah longsor sudah bebe­rapa tahun melanda Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Tahun ini, bencana kembali melanda sejak Jumat (3/3) hingga merenggut delapan nyawa dan korban luka serta materi.

Wartawan Media Indonesia Yose Hendra menemui Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan untuk melihat penanganan banjir dan longsor di daerah yang masih berstatus darurat bencana itu. Berikut petikan wawancaranya.

Apa penyebab banjir di Kabupaten Limapuluh Kota?
Di samping intensitas curah hujan yang cukup tinggi, banjir diduga disebabkan rusaknya daerah aliran sungai (DAS) seperti Sungai Batang Mahat dan Sungai Batang Kapur. Tentu juga dipengaruhi ambang batas Waduk PLTA Koto Panjang. Sementara itu, untuk longsor, galian C di Kecamatan Pangkalan menjadi salah satu hulu ledaknya. Itulah yang membuat longsor badan jalan yang berujung ditemukannya delapan orang meninggal dunia.

Apakah pemkab tidak berwenang menangani persoalan galian ataupun waduk?
Masalah perizinan baik galian C, aliran sungai, maupun prosedur pengaturan air di PLTA Koto Panjang, kewenangannya tidak berada di kabupaten, melainkan provinsi dan pusat. Misalnya, soal tebing (perbukitan) di pinggir jalan nasional Sumatra Barat-Riau, merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Jujur, untuk di daerah resap­an air, program pemerintah ada kontraproduktifnya, antara penumbuhkembangan pertanian gambir dan program penghijauan.

Bagaimana penang­gulang­annya?
Penanggulangan mesti dievaluasi secara bersama dan tidak bisa hanya kami di tingkat kabupaten. DAS sungai Batang Mahat dan Sungai Batang Kapur, misalnya, harus dikeruk karena sudah banyak penyempitan dan pendangkalan. Selain itu, perlu evaluasi batas genangan air di Waduk Koto Panjang. Untuk longsor, kami mesti berani mengevaluasi izin tambang yang ada termasuk izin ledaknya.

Apakah akan dianggarkan?
Berbicara masalah anggaran itu semua mesti dengan APBN karena persoalan kewenangan. Di daerah kami bertanggung jawab atas penataan dan pemeliharaan.
Berdasarkan pandataan sementara di lapangan, pembenah­an Batang Mahat dan Batang Kapur diperkirakan butuh dana Rp460 miliar. Itu termasuk jalan dan fasilitas umum yang rusak karena banjir.

Bagaimana tindakan mitigasi banjir di masa mendatang?
Di samping evaluasi, kita mesti mengedukasi masyarakat agar bersahabat dengan alam. (N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya