Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Eksekusi Kasus Lingkungan Hidup Perlu Disederhanakan

09/2/2017 07:59
Eksekusi Kasus Lingkungan Hidup Perlu Disederhanakan
(ANTARA/Ronny NT)

MEKANISME proses eksekusi putus­an pengadilan terkait dengan kasus lingkungan hidup dan kehutanan perlu disederhanakan agar pelaksana­annya tidak berlarut-larut. Apa­lagi, kasus lingkungan hidup dan kehutanan lainnya terus bergulir.

Berlarut-larutnya eksekusi putus­an kasus lingkungan hidup antara lain terjadi pada kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melibatkan PT Kalista Alam. Per­usahaan tersebut dijatuhi hukuman denda Rp366 miliar.

Kasus terbaru ialah dimenangkannya sebagian gugatan Kementeri­an Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terhadap PT Waringin Agro Jaya (WAJ) dengan tuntutan sebesar Rp466,5 miliar. Eksekusi putusan tersebut juga terancam berlarut-larut jika pemerintah belum menemukan formula yang lebih sederhana.

“Saya pikir harus ada penyederhanaan. Juga di MA, agar permohonan tidak perlu menunggu putusan resmi sampai ke pihak penggugat. Proses itu saja, memakan waktu berbulan-bulan,” kata Direktur Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagyo saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Menurutnya, MA seharusnya juga dapat mengoptimalkan laman khusus mereka yang kerap mengunggah putusan pengadilan lebih cepat daripada memberikan salinan putusan ke pihak penggugat. Mekanisme tersebut cukup kuat dalam memberikan informasi kepada publik dan penggugat. “Yang penting, kita sudah tahu amarnya,” kata Henri.

Selain menunggu salinan putusan, kendala lain dalam melaksanakan eksekusi ialah respons pengadilan atas permohonan eksekusi. Dalam kasus PT Kalista Alam, selama enam bulan Kementerian LHK tidak mendapat respons dari pengadilan.

Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Kementerian LHK Jasmin Ragil Utomo yang ditemui terpisah mengatakan pihak pengadilan biasanya meminta pihak yang memenangi gugatan untuk menunggu hingga putusan eksekusi sampai.

“Kalau sudah ada putusan, pasti kita dipanggil. Nanti tunggu delapan hari. Jika tidak dipatuhi, akan kita tetapkan sebagai eksekusi,” ucap Ragil, menirukan jawaban terkait dengan pelaksanaan eksekusi.

Ia menyebutkan, selain kasus PT Kalista Alam, saat ini terdapat dua kasus lain yang belum dieksekusi, yakni PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) dalam kasus perambahan hutan dan PT Selat Nasik Indokwarsa dalam kasus pertambangan.

Mekanisme pemulihan
Sementara itu, pemerintah tengah menyusun mekanisme pemulihan kerusakan lingkungan, terutama terkait dengan kasus karhutla. Perusahaan yang dinyatakan bersalah atas kasus kebakaran hutan akan diwajibkan untuk memulihkan kawasan hutan dan lahan yang terbakar dengan petunjuk operasional standar yang diterbitkan Kementerian LHK.

“Kami sudah lakukan dalam kasus limbah. Analoginya sama,” ucap Dirjen Penegakan Hukum Lingkung­an Hidup dan Kehutanan Kementeri­an LHK Rasio Ridho Sani.
Sama dengan kasus pencemaran limbah, lanjut dia, pemerintah akan memakai tim panel ahli untuk menentukan kriteria pemulihan. Setelah lahan pulih, fungsi kawasan tersebut masih akan dilihat lagi untuk tindakan lanjutan. (Ric/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya