Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Makna Filosifis Tradisi Pacu Jalur di Kuantan Singingi Riau

Rudi Kurniawansyah
10/7/2025 19:53
Makna Filosifis Tradisi Pacu Jalur di Kuantan Singingi Riau
Tradisi pacu jalur yang kini mendunia terus dilestarikan Pemprov Riau.(Istimewa)

FESTIVAL Pacu Jalur di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, bukan sekadar adu cepat perahu panjang. Di balik gemuruh sorak-sorai dan tren aura farming yang kini mendunia, tersimpan makna filosofis mendalam serta pembagian peran yang unik dalam setiap jalur. 

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Roni Rakhmat menjelaskan setiap elemen yang membentuk kekuatan dan keunikan Pacu Jalur ini.

Menurutnya, setiap jalur merupakan representasi mini dari kehidupan masyarakat. Adapun harmoni dan kerja sama adalah kunci utama dalam mencapai kemenangan, baik di lintasan pacu maupun dalam kehidupan sehari-hari.

"Setiap individu di dalam jalur memiliki peran krusial, mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Melayu Riau, khususnya di Kuansing," kata Roni, Kamis (10/7).

Unsur pertama adalah anak pacuan, yang bertanggung jawab mendayung jalur secepat mungkin menuju garis finish. Mereka adalah orang dewasa yang mengenakan pakaian olahraga, mendayung serentak sebagai simbol gotong royong.

"Filosofinya adalah bahwa hidup di kampung harus seiya sekata, penuh dengan gotong royong, saling bahu membahu dan tolong menolong demi mencapai keuntungan bersama," jelasnya.

Kemudian ada tukang tari, atau sering disebut anak joki, yang posisinya berada paling depan atau di haluan jalur. Peran mereka adalah memberikan irama yang seimbang dan menjadi penanda posisi jalur. 

Umumnya diperankan oleh anak-anak berusia 10-13 tahun, filosofinya menggambarkan semangat kuat anak-anak Kuansing yang mampu berdiri kokoh menghadapi tantangan hidup.

"Apabila tukang tari ini sudah berdiri dan menari-nari, itu menunjukkan haluan jalurnya dalam posisi menang atau berada di depan haluan jalur lawan," imbuhnya.

Di bagian tengah jalur, terdapat tukang timbo ruang. Tugas utama mereka adalah memberikan semangat serta aba-aba kepada anak pacuan untuk mengencangkan dayung atau menambah tenaga.

"Tukang timbo ruang juga bertugas menimba air yang masuk ke dalam jalur dan membuangnya keluar jalur," ujarnya.

Peran ini, yang biasa dipegang orang dewasa dengan pakaian Melayu Riau, melambangkan sosok pemimpin di suatu daerah yang harus diikuti untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Terakhir adalah tukang onjai, yang berposisi paling belakang jalur. Tugas mereka adalah memberikan daya dorong dengan menekan atau 'ma onjai' agar jalur melaju kencang, sekaligus memastikan jalur tetap lurus di lintasan.

"Tukang onjai ini juga melihat apakah jalurnya masih berjalan lurus pada lintasan pacu atau sebaliknya," jelasnya.

Dahulu diperankan orang dewasa, kini peran ini banyak diambil oleh anak-anak berusia 13-15 tahun, mengenakan pakaian Melayu Riau, melanjutkan tradisi dengan sentuhan generasi muda.

Ia menambahkan, setiap peran tersebut meskipun berbeda tugas, saling melengkapi dan tak terpisahkan. Keseluruhan unsur ini membentuk satu kesatuan yang harmonis, menunjukkan betapa kompleks namun indahnya filosofi yang terkandung dalam setiap gerak Pacu Jalur.

Keunikan peran-peran inilah yang menjadikan Pacu Jalur bukan hanya olahraga, melainkan juga sebuah pertunjukan budaya yang kaya akan makna. Dengan adanya pembagian peran yang terstruktur dan filosofi yang kuat, tidak heran jika pacu jalur terus menarik perhatian, baik di tingkat lokal maupun internasional.

Ia berharap, pemahaman mendalam tentang setiap elemen ini dapat semakin meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya kebanggaan Provinsi Riau. (RK/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya