Indonesia Berada Dalam Perang Senyap Melawan Gelombang Disrupsi Digital

Widjajadi
06/7/2025 02:02
Indonesia Berada Dalam Perang Senyap Melawan Gelombang Disrupsi Digital
Bambang Widjojanto dalam FGD gelaran Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).(MI/Widjajadi)

AKTIVIS antikorupsi Bambang Widjojanto mengatakan, Indonesia kini sedang berada dalam perang senyap melawan gelombang disrupsi digital yang menyerbu semua sisi kehidupan.

"Kita seolah tersandera dalam labirin disrupsi digital yang belum benar-benar kita sadari dampaknya," ujar dia dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (5/7).

Menurut dia, disrupsi bukan lagi sekadar jargon, namun sudah muncul lewat gelombang teknologi seperti akal imitasi (AI), cryptocurrency, algoritma media sosial, dan pengumpulan data pribadi. 

Kecanggihan teknologi, ungkap mantan komisioner KPK itu, tidak hanya menghasilkan inovasi, tapi sekaligus memunculkan tantangan etis, sosial, dan hukum yang sangat kompleks.

"Revolusi digital menciptakan bentuk-bentuk kejahatan baru yang menantang hukum pidana konvensional karena dunia siber menciptakan kejahatan," kata dia.

Namun begitu, Bambang masih meyakini bahwa hukum transendental akan bisa menjawab tantangan kemanusiaan dan bayang-bayang teknologi.

Pada bagian lain, pakar hukum Universitas Airlangga Prof Nurul Barizah menilai sistem hukum nasional kita belum sepenuhnya mencerminkan nilai nilai lokal dan transendental bangsa. Menurut dia, hal itu terjadi karena kuatnya pengaruh hukum internasional dan transplantasi sistem hukum Barat, baik civil law maupun common law, ke dalam sistem hukum Indonesia. 

"Sebagian besar substansi hukum nasional saat ini berasal dari ratifikasi hukum internasional atau hasil studi perbandingan dari negara lain," tegas Nurul.

Dia paparkan, hukum di suatu negara dengan negara lain tidak selalu cocok, dan apabila cocok itu adalah sebuah kebetulan. "Usai lepas dari penjajahan kolonial, kini muncul bentuk penjajahan baru melalui hukum internasional," ujarnya.

Karena itu, Indonesia perlu menciptakan kondisi hukum nasional yang bersifat campuran, yang memberi ruang karakteristik civil law dan common law hadir berdampingan. 

Bagi Nurul, Muhammadiyah memiliki pandangan hukum profetik dan transendental yang menjadi bagian dari hukum nasional. Hukum profetik bisa menjadi pendekatan alternatif yang mampu menjawab tantangan moral, sosial, dan transendental dalam sistem hukum nasional. 

"Konsep hukum yang berlandaskan pada nilai-nilai profetik, menekankan pada keadilan, perlindungan martabat manusia, dan dimensi transendental," pungkas Nurul. (WJ/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya