Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
KERESAHAN akibat beroperasinya taksi daring juga terjadi di Bandung, Jawa Barat. Para pengemudi taksi konvensional mengaku kehilangan pendapatan hingga 75% akibat praktik taksi daring. Rabu (2/11), sekitar 2.400 pengemudi taksi dari sejumlah perusahaan mendatangi Kantor Wali Kota Bandung, di Jalan Merdeka. Mereka menuntut Wali Kota Ridwan
Kamil segera menindak taksi daring dengan menyetop kegiatan mereka. “Banyak calon penumpang beralih ke taksi daring. Pendapatan kami turun drastis, setoran tidak terbayar, dan tidak ada uang yang bisa dibawa pulang,” kata koordinator aksi dari Gabungan Pengemudi Taksi Bandung, Hermanto.
Rachmat, 44, pengemudi taksi, menilai taksi daring tidak tunduk terhadap peraturan yang dikeluarkan dinas perhubungan, seperti tarif yang sangat murah dan tidak menggunakan pelat nomor berwarna kuning untuk kendaraan umum. Keresahan para pengemudi itu sebenarnya sudah pernah disampaikan kepada Kang Emil enam bulan lalu. Saat itu, sang wali kota sepakat dan menilai taksi daring tidak memiliki legalitas. Namun, sampai saat ini, taksi daring tetap melenggang tanpa kendala di Bandung.
Namun, sejumlah warga justru memandang sebelah mata aksi para pengemudi itu. “Pelayanan taksi daring lebih baik. Kami justru jadi heran jika pemerintah menutup operasi taksi daring,” kata Tien Suharti, 52, warga. Di Cirebon, akibat anggaran pembelian solar sudah habis, puluhan truk pengangkut sampah milik pemerintah kabupaten harus dikandangkan.
Truk sampah pun terparkir di halaman UPT Perbengkelan di Sumber, sejak tiga hari lalu. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Cirebon, Sukma Nugraha, mengakui pihaknya tidak memiliki dana lagi untuk membeli solar.
“Dari 29 armada truk pengangkut sampah, hanya tiga truk yang masih beroperasi. Dengan jumlah itu, jelas pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir sampah tidak bisa dilakukan secara maksimal.” Sukma menambahkan, selain tidak punya dana lagi, pihaknya sudah berutang kepada salah satu pengelola SPBU di Cirebon. Jumlahnya sudah mencapai Rp600 juta. Karena utang terlalu banyak, pengelola menolak mengisikan solar lagi dan minta utang dibayar dulu.
Habisnya pembelian solar, lanjut Sukma, terjadi karena lambatnya pengesahan APBD Perubahan 2016. Diharapkan, pekan ini dana itu dicairkan. “Faktor lain karena pembuangan sampah dialihkan ke TPA baru yang lebih jauh dari TPA Kepuh sehingga kebutuhan solar meningkat,” tandasnya. (BU/UL/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved