Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Diperingati Hari Ini, Ini Kronologi Pertempuran Lima Hari di Semarang

Akhmad Safuan
13/10/2024 11:40
Diperingati Hari Ini, Ini Kronologi Pertempuran Lima Hari di Semarang
Tugu Muda Kota Semarang didirikan untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang(MI/Akhmad Safuan)

KOTA Semarang akan menggelar peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang hari ini di Tugu Muda Kota Semarang, Jawa Tengah. Tercatat peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi 15 Oktober hingga 19 Oktober 1945.

Pertempuran Lima Hari di Semarang merupakan momentum pertempuran yang dilakukan para pemuda Semarang terhadap penjajahan Jepang pada Oktober 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Konflik besar ini tidak hanya menimbulkan korban para korban para pemuda dan pejuang Semarang tetapi juga kubu tentara Jepang.

Berdasarkan catatan sejarah, perang di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini bermula ketika para pemuda berusaha melucuti senjata pasukan Jepang, salah satunya adalah ketika pemuda Indonesia memindahkan tawanan Jepang dari Cepiring ke Bulu. Namun, di tengah jalan mereka kabur dan bergabung dengan pasukan Kido Butai di Jatingaleh, Semarang, hingga berjumlah 2.000 orang di bawah pimpinan Jendral Nakamura dan Mayor Kido.

Baca juga : Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang Hari Ini, Rekayasa Lalu Lintas Dilakukan

Setelah kaburnya tawanan Jepang pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 06.30 WIB, kemudian pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara dan menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka, hingga sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. 

Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama dan delapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke Markas Kido Butai di Jatingaleh. 

Kemudian tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu, sehingga menjadikan warga Semarang gelisah. Apalagi cadangan air desa Wungkal, Candi. waktu itu adalah satu-satunya sumber mata air bagi warga Semarang. Maja sebagai Kepala RS Purusara (sekarang RSUP Dr Kariadi) Dokter Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. 

Selepas magrib, ada telepon dari pimpinan RS Purusara, yang memberitahukan agar Kepala Laboratorium Purusara, Kariadi, segera memeriksa Reservoir Siranda terkait berita Jepang menebarkan racun tersebut. Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana, meskipun suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat.

Istri dari Kariadi, Sienartu, mencoba mencegah suaminya karena keadaan yang sangat genting saat itu. Namun Kariadi berpendapat lain dan tetap melakukan pemeriksaan dan penyelidikan karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Ia akhirnya berangkat memenuhi tugas kemanusiaan, namun dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda, mobil yang ditumpangi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. 

Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, Kariadi ditembak secara keji. Meskipun sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB, keadaan sudah sangat gawat dan nyawanya tidak dapat diselamatkan. Kariadi gugur dalam usia 40 tahun satu bulan. Hal ini pun memicu pecah pertempuran antara pemuda Semarang dengan tentara Jepang.

Dari pihak Jepang menurunkan pasukan Batalion Kido, Batalion Yagi, Kompi Sato, dan sipil yang dipersenjatai. Sedangkan pihak Indonesia yakni BKR Darat yang terdiri dari Resimen 21 dan Resimen 22, BKR Laut dan BKR Udara, Seksi Polisi Istimewa dan Laskar AMRI, dan Laskar Pesindo.

Pertempuran itu berhenti ketika Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro dan pimpinan TKR berunding dengan komandan tentara Jepang. Proses gencatan senjata dipercepat, ketika Brigadir Jendral Bethel dan sekutu ikut berunding pada 20 Oktober 1945 dan pasukan sekutu kemudian melucuti senjata dan menawan para tentara Jepang. (AS/J-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya