Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Kesibukan di kantor Koperasi Serba Usaha (KSU) Alas Mandiri KTI di Jalan Raya Condong, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur kian menggeliat. Sebanyak delapan orang anggota tim lapangan koperasi yang masing-masing mengawasi tiga hingga empat kelompok petani kian intens berkeliling ke kawasan hutan produksi milik anggotanya. Salah satu tugas mereka, memastikan tonggak atau sisa tebangan pohon telah dibubuhi nomor registrasi serta tanggal penebangan.
”Tanggal 28 Agustus ini akan datang tim auditor dari Mutu Internasional atau PT. Mutu Agung Lestari (MAL) untuk melakukan audit. Pengawasan telah rutin kami lakukan, namun menjelang audit harus makin intens agar prosesnya lancar,” kata Kepala Seksi KSU Alas Mandiri KTI Edy Suhartono kepada Media Indonesia, Jumat (18/08).
Edy yang menjadi bagian dari tim lapangan itu, mengaku sepanjang pagi hingga siang ini, berkeliling lahan hutan sengon di Kecamatan Tiris yang baru saja dipanen. ”Jadi segera setelah dipanen, nomor registrasi harus ada di tonggak. Angka itu akan terus digunakan hingga produk jadi yang menggunakan kayu tersebut diekspor, sehingga bisa diketahui kapan ditanam dan dipanen. Registrasi itu pula yang menandakan kayu itu menjadi bagian itu dikelola dengan baik, tidak merusak alam sehingga memiliki legalitas,” kata Edy.
Sertifikasi menjadi nilai tambah
Bagi 1.300 petani yang tergabung sebagai anggota KSU Alas Mandiri KTI, kata Edy, sertifikasi itu menjadi pengungkit kehidupan. Luas lahan yang dikelola anggota mencapai 1.004 hektare di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Krucil, Tiris dan Maron. Hingga 80%-nya ditanami sengon dengan masa panen empat hingga lima tahun dan sisanya menjadi lahan bagi tanaman berusia puluhan tahun seperti mahoni. Selain itu, sebagian juga ditanami balsa, waru, hingga anggrung. Apapun jenis pohonnya, sertifikasi sukses mendongkrak nilai jualnya. ”Harga kayu tanpa sertifikasi lebih murah 40%-50%, sehingga dalam satu truk yang memuat 10 kubik, selisihnya bisa Rp400 ribu per truk dibandingkan yang punya sertifikat,” kata Edy.
Sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari bernomor SA-FM/COC-002083 pertama kali diperoleh koperasi dari Mutu Internasional pada 22 Desember 2008, berlaku hingga 21 Desember 2013. Setelah proses audit resertifikasi, diperpanjang masa berlakunya hingga 21 Desember 2018. Berikutnya, kembali diperpanjang hingga 21 Desember 2023.
Pada 2014, KSU Alas Mandiri KTI juga telah memiliki sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bernomor LVLK-003/MUTU/LK-219 yang diterima pada 26 September 2014, berlaku hingga 25 September 2024, serta sertifikat SVLK atas industri pengolahan kayu/IUIPHHK KAM KTI bernomor LVLK-003/MUTU/LK-247 yang diterbitkan 6 Januari 2016 yang berlaku hingga 6 Januari 2024. Auditor Mutu Internasional selaku perwakilan dari Soil Association, juga menjadi lembaga sertifikasi yang menerbitkan sertifikasi ini. ”Kedatangan tim Mutu Internasional pekan depan adalah dalam kepentingan audit resertifikasi dan kami tentu optimistis, akan memperoleh perpanjangan itu,” kata Edy.
Mata air terjaga, elang jawa terpelihara
Seluruh proses sertifikasi, penilikan hingga resertifikasi, kata Edy, harus ditebus dengan komitmen tinggi, bukan cuma dari koperasi yang mengeluarkan registrasi pada masing-masing kayu yang dipanen anggotanya, namun juga para anggotanya.
”Sebelum sertifikasi kami terima, kami harus berkomitmen untuk hanya mengelola lahan yang secara legalitas memang milik warga sehingga disebut kawasan hutan rakyat. Sebagian besar statusnya hak waris, jadi tidak memakai lahan milik negara. Setelah lahan dipetakan, kami pun harus bersedia mengalokasikan 5% dari total luas lahan yang dikelola sebagai area lindung yang umumnya berada di lereng dengan kemiringan 45 derajat untuk tidak menjadi area produksi. Lahan itu ditanami pohon buah-buahan yang tetap menghasilkan manfaat namun bukan dari tanaman yang ditebang,” kata Edy.
Komitmen lainnya, kata Edy, 5% lahan para anggota koperasi dialokasikan untuk area konservasi, yang lazimnya berada di area teras atau tegalan yang hanya boleh ditanami tanaman rumput gajah yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Bukan cuma itu, semangat untuk bertani di area produksi dengan aneka pohon yang bisa ditebang rutin, atau area produksi, tak boleh menggangu fungsi sejarah, budaya dan sosial yang terdapat di dalamnya. ”Sehingga mata air yang menjadi sumber kehidupan warga, tidak boleh terganggu, bahkan debet airnya akan dibandingkan dari tahun ke tahun. Begitu pula hewan, harus kami lindungi. Di hutan kami ada elang jawa dan kini setelah pengelolaan 15 tahun, ada laporan masyarakat yang kini menemukan macan dahan. Debet mata air pun meningkat dan nihil angka longsor. Kejadian ini harus kami jaga, karena seandainya ada kasus, longsor misalnya, kami harus membuat berita acara dan dilaporkan pada auditor,” kata Edy.
Syarat masuk ke pasar ekspor
Sebelumnya, Direktur Utama Mutu International Arifin Lambaga kepada Media Indonesia, mengungkapkan mendukung pembangunan industri ramah lingkungan. ”Industri hijau tidak hanya terkait dengan pembangunan industri ramah lingkungan tetapi berhubungan dengan sistem terintegrasi, holistik dan efisien. Kami menjadi bagian dengan memberikan pengujian, inspeksi dan mengeluarkan berbagai sertifikasi bagi pelaku industri hijau,” kata Arifin.
Arifin menjelaskan Mutu International merupakan salah satu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Salah satu fokus utamanya pada bidang ekonomi hijau yang memungkinkan Indonesia masuk dalam rantai pasok global.
Pemangku kepentingan lainnya yang terkait sertifikasi KSU Alas Mandiri adalah PT Kutai Timber Indonesia (KTI) yang menjadi donor sekaligus pembeli hasil produksi anggota koperasi. ”Untuk pendapatan koperasi sendiri, kami menyebutnya dari ongkos gesek yang di antaranya berasal dari kayu yang tidak masuk dalam kriteria super oleh PT KTI sehingga tidak diterima berupa gelondongan. Kayu jenis ini harus diolah terlebih dahulu oleh koperasi. Oleh PT KTI, hasil hutan rakyat kami yang tersertifikasi ini diekspor dalam bentuk furnitur hingga kusen ke berbagai negera, Eropa hingga Jepang. Mereka mau terima karena kayu yang digunakan jelas asal-usulnya dan terjamin bukan hasil perusakan lingkungan,” kata Edy.
Sementara, timbal balik koperasi buat anggota, pemberian pelatihan tentang penanaman, penjarangan, perawatan, pengendalian hama, inventarisasi, penebangan, hingga pembuatan pupuk kompos. Tidak hanya untuk tanaman yang menghasilkan kayu, tapi juga pelatihan diberikan untuk petani tanaman buah di area lindung.
Mobil mewah dan jumlah mahasiswa
Dengan perhitungan daur panen setiap lima tahun, proyeksi volume panen adalah 86 m3 setiap hektare. Dengan harga batang kayu sengon rata-rata setiap Rp600 ribu per meter kubik, maka diperoleh hasil panen Rp51.600.000 untuk setiap hektarenya.”Nilai itu belum terhitung selama dua tahun pertama, petani di sini menanam jagung atau porang di bawah naungan sengon. Hasilnya, di wilayah anggota kami, yang semula sebelumnya hanya ada sekitar 60 truk di satu desa, setelah koperasi berdiri pada 2006 dan diikuti sertifikasi pada 2008, lahan tidur menjadi produktif, kini bisa ada 200 truk. Belum terhitung kendaraan pribadi yang cukup mewah seperti Fortuner atau Pajero Sport, meningkatnya warga yang berangkat haji dan umroh, serta anak-anak yang bisa dikirim ke Surabaya, Malang, dan Yogyakarta untuk kuliah,” kata Edy.
Edy juga mengingatkan, komitmen pada lingkungan dan kerja keras warga mengolah hutan produksi juga telah berbuah pada semakin kayanya hasil bumi. ”Di area lindung, kami menanam nangka dan durian yang penanaman dan pemeliharaannya juga didampingi koperasi sebagai bagian dari komitmen konsekuensi pada sertifikasi. Agustus ini, masih ada panen durian yang dipanen para petani kami, durian lokal yang dijamin legit!” (X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved