Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEDIKITNYA 63 peneliti dari berbagai kampus di Indonesia, akan mempresentasikan hasil kajiannya tentang masyarakat hukum adat dalam Simposium Nasional bertema 'Dilema Masyarakat Hukum Adat di Indonesia'. Dilaksanakan oleh Pusat Studi Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala (USK), Darussalam, berlangsung pada hari ini hingga Jumat (25-26/8).
Ketua Panitia, Dr Sulaiman Tripa, mengatakan pembicara untuk acara ini adalah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr.Ir Bambang Supriyanto.
Lalu Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Agraria Masyarakat Adat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Dr Yagus Suryadi. "Bapak Dr Bambang Supriyanto dan Bapak Dr Yagus Suyadi SH MSi, sudah mengonfirmasi akan hadir," kata Sulaiman di Darussalam, kemarin.
Dikatakan Sulaiman, dalam kegiatan ini sejumlah pihak menyampaikan kajian dan pandangannya terkait masyarakat hukum adat. Selain pembicara dan peneliti dari USK, peserta lain yang hadir langsung maupun daring, berasal dari Universitas Malikussaleh, Universitas Teuku Umar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Lampung,WRI Indonesia, IAIN Lhokseumawe, Universitas Muhammadiyah.
Lalu dari Universitas Indonesia, Universitas Pakuan, Universitas Bhayangkara, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Andalas. Bahkan ada satu penulis dari Department of Islamic Studies, NUML-Islamabad.
"Selain 50 peneliti yang mengirim makalahnya, ada 13 pemateri utama yang khusus diundang untuk mengisi tiga sesi diskusi," tambahnya.
Pemateri yang khusus diundang, antara lain Dr Rikardo Simarmata (pakar adat dari Universitas Gadjah Mada), Prof Dr Kurniawarman SH MH (pakar hukum Agraria dari Universitas Andalas), Prof Dr Ahmad Humam Hamid MA (pakar sosiologi pedesaan USK). Berikutnya Dr M Adli Abdullah (Kementerian Agraria dan Tata Ruang), A Hanan SP MM (Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan),
Yustina Ogoney (perwakilan perempuan adat Suku Moskona Papua Barat), Dr M Gaussyah SH MH (pakar hukum tata negara USK). Kemudian Tgk. Mukim Ilyas (Mukim Beungga, Tangse, Pidie, Aceh), Agung Wibowo (Perkumpulan Huma), Rizki Januar (WRI), dan Zulfikar Arma (JKMA). Mewakili pusat studi, akan disampaikan hasil kajian oleh Dr Teuku Muttaqin Mansur MH.
Kegiatan ini sendiri, menurut Sulaiman Tripa, didukung sejumlah lembaga mitra yang selama ini melaksanakan pendampingan di Aceh. Masing-masing mitra membantu kebutuhan kegiatan secara gotong royong. Bahkan panitia berkomunikasi dengan semua pihak sejak awal dari perencanaan kegiatan. Ada World Resource Institute (WRI) Indonesia yang selama ini mendampingi masyarakat di Aceh. Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) yang fokus pada isu kehutanan dan hutan Leuser.
Selain itu ada Perkumpulan HuMa Jakarta yang selama ini konsen dengan masyarakat adat. Di Aceh sendiri ada Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh. Termasuk Geuthee Institute dan Bandar Bandar Publishing, jelas Sulaiman, yang menyampaikan bahwa pusat riset juga secara khusus berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh.
Adapun Ketua Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat USK, Dr Azhari Yahya SH MCL MA menyebutkan kegiatan ini sangat penting dalam mengkomunikasikan berbagai persoalan yang dihadapi semua pihak.
"Sebagai lembaga riset, secara keilmuan kami ingin menawarkan alternatif-alternatif atau solusi yang memungkinkan dilakukan pemerintah terkait dengan masalah dalam masyarakat," ujar Azhari.
Melalui simposium ini, pihaknya berharap akan menjadi kesempatan saling mendiskusikan jika ada masalah yang ada untuk mencari solusi terbaik bagi kemaslahatan bersama. "Sebagai akademisi, kami ingin berkontribusi dalam hal pemikiran," tutur Azhari.
Berbagai kajian dan bahasan, diharapkan pihaknya, nanti akan bermanfaat bagi banyak pihak. "Kita mempersiapkan publikasi prosiding dan jurnal," tambah Azhari. (OL-13)
Baca Juga: USK Gelar Bazar Makanan Internasional
Presiden Jokowi berhalangan hadir pada Perayaan 20 Tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) karena tengah berada di luar negeri untuk melakukan kunjungan kenegaraan.
Menurut Anggota Komisi IV DPR RI Sulaeman Hamzah yang juga menjadi pengusul RUU RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU itu saat ini sudah disepakati di Badan Legislasi DPR.
Dalam pengelolaan hutan masyarakat harus dilibatkan secara aktif, tidak boleh ada lagi petani kecil asal ditangkap, justru mereka harus dirangkul dalam bentuk perhutanan sosial.
RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan PRT adalah RUU dengan status usulan DPR dan sudah selesai dilakukan pengharmonisasian, dan pembulatan dan pemantapan konsepsi di Baleg.
WAKIL Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya menyebutkan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat (MHA) sudah satu tahun lebih diselesaikan di Baleg.
PARA raja dan sultan yang tergabung dalam Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) mendorong pemerintah dan DPR RI untuk secepatnya menuntaskan pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi UU.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved