KESENIAN musik Okokan menyambut kedatangan delegasi ilmuan agrikultur G20 di Tabanan, Bali, Kamis (7/7).
Dengan nada yang ritmis, 60 orang berbaju merah itu mengiringi perjalanan singkat untuk melihat indahnya terasering sawah dan Subak Jatiluwih.
Wajah sumringah para delegasi terpancar kala mendengar alunan musik Okokan. Tak sedikit dari mereka bergegas mengeluarkan gawai untuk mengabadikan momen tersebut.
Dulu, para tetua di wilayah itu meyakini bunyi-bunyian dari Okokan dapat mengusir roh jahat penyebab wabah, sekaligus penolak bala.
"Okokan dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat yang menyebabkan wabah," kata salah satu pemain Okokan, Nyoman Bagial, 54, saat dijumpai.
Okokan sedianya juga digunakan oleh petani untuk mengalungi sapi atau kerbau yang berfungsi sebagai penghias maupun penanda. Okokan terbuat dari kayu besar yang dilubangi di bagian tengah bawahnya.
Di dalam lubang itu, terdapat alat yang disebut palit. Cara memainkan Okokan ialah dengan menggoyangkannya, sehingga palit membentur dinding dalam dan menghasilkan suara.
Baca juga: Kirab Budaya Dekatkan Hati Delegasi G20 dengan Indonesia
Seiring berjalannya waktu, Okokan dikembangkan menjadi kesenian musik yang khas. Awalnya, permainan musik Okokan hanya diiringi oleh instrumen lain seperti teng-teng, yang berasal dari cangkul bekas dan kulkul, yang berasal dari bambu.
Kemudian untuk menambah irama yang menggugah, instrumen seperti kendang, gong, dan alat musik tradisional Bali lainnya turut digunakan untuk melengkapi kesenian musik Okokan.
Dr. I Made Bandem disebut sebagai sosok paling berjasa yang membuat Okokan menjadi kesenian di Pulau Dewata. Profesor seni pertama di Bali tersebut menginspirasi warga sekitar Tabanan untuk melestarikan kesenian musik Okokan.
"Ini atas insipirasi dari Profesor Bandem, profesor seni pertama di Bali. Beliau yang menjadi inspirasi kami," kata Nyoman Bagial.(A-2)