GEMPA dan tsunami melanda Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, pada 12 Desember 1992 masih menyisakan duka pahit bagi keluarga korban. Terutama yang dirasakan oleh warga Pulau Babi. Mengingat Pulau Babi disebutkan menjadi pusat gempa yang menewaskan sekitar 2.000 warga Sikka meninggal dunia kala itu.
Guncang gempa yang terjadi pada Selasa 14 Desember 2021 belum bisa menghapus ingatan warga Pulau Babi yang saat ini sudah menjadi warga Desa Nangahale, Kecamatan Talibura. Akibatnya, sampai saat ini mereka yang terdiri dari 234 warga masih mengungsi di kebun milik warga lain dengan beratap terpal yang dibangun sederhana. Mereka belum ingin kembali ke rumahnya, meski pemerintah menghimbau untuk kembali ke rumahnya karena kondisi sudah aman.
Dari pantauan mediaindonesia.com, Kamis (16/15), terlihat sejumlah korban tsunami 1992 yang selamat menempati pondok-pondok kecil, dengan beratapkan terpal yang dibangun secara mandiri. Mereka yang menempati pondok-pondok itu rata-rata perempuan dan anak-anak bahkan bayi.
Rasmadi, salah satu warga Pulau Babi, mengatakan keluarganya belum mau kembali ke rumah dan memilih untuk berlindung di kebun milik warga meski pemerintah sudah meminta mereka untuk kembali kerumah masing-masing. Hal ini dia masih trauma.
Ia mengaku peristiwa gempa yang melanda Kabupaten Sikka pada 14 Desember 2021 itu, goyangannya persis seeprti di tahun 1992. Saat itu, dia masih tinggal di Pulau Babi yang berada di wilayah Kecamatan Alok Timur. "Kalau goncangan biasa tidak mungkin kami panik. Tetapi goncangan kemarin itu sangat besar. Goncangan itu seperti kejadian di tahun 1992. Jadi kita panik sekali. Apalagi katanya mau Tsunami tambah panik kami," ujar dia.
Warga yang mengungsi ini, jelas Rasmadi, rata-rata adalah korban bencana dan tsunami 1992 yang selamat. Banyak sanak saudara mereka meninggal dunia bahkan sampai saat jenazah belum ditemukan. Peristiwa gempa kemarin menyisakan ketakutan sehingga mereka bertahan mengungsi.
"Delapan anggota keluarga saya meninggal dunia, ada yang hilang saat gempa dan tsunami tahun tahun 1992. Ada sekitar 400 warga yang meninggal dunia dan hilang. Gempa kemarin itu membuat kami ketakutan. Kami masih ingat kejadian 1992 lalu. Jadi sampai sekarang kami masih mengungsi," ungkap Rasmadi,
Warga Pulau Babi lainnya, Ardihati mengaku bersama anak-anaknya sudah tiga hari berada di kebun milik warga setempat. "Kami belum mau kembali ke rumah apalagi rumah kami dekat pantai. Kami masih trauma dengan peristiwa 1992 itu. Saya rasakan langsung kejadian saat itu," ujar dia
Hal senada disampaikan Maryam. Dia mengisahkan tsunami 1992 itu hanya dalam hitungan menit ratusan tetangga termasuk anggota keluarganya tersapu ombak besar. Banyak korban yang meninggal.
Terkait hal ini, Kepala Desa Nangahale Sahnudin saat ditemui mediaindonesia.com, mengatakan sudah berusaha menjelaskan kepada warga yang masih mengungsi bahwa saat ini situasi sudah normal dan bisa kembali ke rumah masing-masing. Namun, mereka belum mau kembali ke rumahnya karena masih trauma peristiwa tsunami pada 12 Desember 1992.
"Rata-rata yang masih mengungsi ini merupakan korban yang selamat dari gempa dan tsunami tahun 1992. Saya memakluminya, mudah-mudahan mereka segera bisa kembali ke rumahnya. Kasihan anak-anaknya" ujar dia. (OL-13)
Baca Juga: Trauma Tsunami 1992 Warga Pulau Babi Masih Mengungsi ke Kebun