Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
ANGGARAN penanganan malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menurun drastis pada 2020, padahal jumlah kabupaten dengan endemisitas tinggi masih sama seperti 2019.
Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTT mengeluarkan data endemisitas malaria dan anggaran yang dapat dikomparasikan untuk membuat cerita mengenai berkurangnya alokasi anggaran malaria. Kali ini, data yang dianalisa diambil dari tiga tahun yaitu 2018-2020. Hal ini bertujuan untuk melihat perkembangan kebijakan anggaran yang lebih luas.
Pada resep jurnalisme data yang digelar AJI Indonesia serta dukungan USAID dan Internews 2021, peserta mengunakan fasilitas spreadsheet di google untuk menganalisa data-data yang ada agar dapat dipahami secara mudah.
Pengumpulan Data
Data mentah endemisitas dan anggaran malaria 2018-2020 tidak tersedia di situs Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTT, sehingga data disalin dari komputer di Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P).
Pejabat di bidang P2P memerintahkan kepada pegawai di bagian penanganan malaria untuk menyalin data tersebut ke flash disk. Data diminta dari dinas tersebut karena tidak adanya sumber data terbuka tentang malaria
dan anggaran di NTT. Padahal data itu perlu dibuka ke publik, sehingga menjadi rekomendasi buat lembaga terkait untuk mempublikasikan data secara terbuka.
Data yang disalin memuat endemisitas dan anggaran penanganan malaria 23 kabupaten dan kota di NTT, jumlah penduduk, jumlah kasus malaria per kabupaten, serta angka kejadian malaria per tahun (Annual Parasite Incident/API). API adalah jumlah kasus positif malaria per 1.000 penduduk dalam 1 tahun, API juga merupakan indikator untuk menentukan
endemisitas. Kategori endemisitas ialah:
1. Rendah (API <1/1000 penduduk)
2. Sedang (API 1-5/1000 penduduk)
3. Tinggi (API>5/1000 penduduk)
Pada 2018, endemisitas malaria tinggi 5 kabupaten, berkurang menjadi 3 kabupaten pada 2019 dan masih tiga kabupaten pada 2020. Endemisitas malaria sedang mengalami penurunan dari 6 kabupaten pada 2018 menjadi 4 kabupaten pada 2019 dan menurun lagi menjadi 2 kabupaten pada 2020.
Untuk endemisitas malaria rendah juga mengalami peningkatan dari 11 kabupaten pada 2018, bertambah menjadi 15 kabupaten pada 2019 dan naik lagi menjadi 17 kabupaten pada 2020.
Anggaran penanganan malaria di NTT berasal dari lima sumber yaitu APBD I, APBD II, APBN, Global Fund Malaria dan Unicef NTT. Pada Tahun 2018 anggaran yang dialokasikan mencapai Rp8,894 miliar minus Unicef NTT, berkurang menjadi Rp7,881 miliar pada 2019, dan menurun tajam menjadi Rp4,3 miliar. Selain itu, pada 2019-2020 tidak ada alokasi anggaran dari APBD II.
Analisa Data
Analisa data dimulai dengan membuka halaman google spreadsheet, dilanjutkan dengan mengimpor file atau tabel endemisitas malaria dengan mengklik File lalu Impor. Data yang sudah masuk di halaman spreadsheet, blok bagian sumber anggaran dan dengan anggaran per tahun. Buka halaman baru dengan mengklik tanda (+) di bagian bawah, dan dilanjutkan dengan mengklik Edit-Tempel-Tempel Nilai Saja.
Jika data mentah dalam bentuk format pdf dan tidak dapat disalin, bisa diantisipasi dengan membuat tabel di spreadsheet, lalu masukan isi alokasi anggaran per tahun sesuai sumber anggaran. Untuk totalnya dijumlahkan mengunakan SUM didahului dengan mengetik sama dengan (=) dan sel yang akan dijumlahkan. Contoh: =SUM(B1:C4).
Selanjutanya data endemisitas disalin hanya nama-nama kabupaten dan endemisitas per tahun. Data jumlah penduduk dan prosentase API tidak turut disalin karena tidak dibutuhkan dalam analisis.Data ini disalin ke halaman baru dan disusun sesuai tahun, nama kabupaten/kota dan endemisitas seperti tabel di bawah ini.
Selanjutnya data ini dianalisa mengunakan fitur Tabel Pivot. Penyajian data pivot tabel ini meliputi tahun serta jumlah endemitas tinggi, sedang, dan rendah secara tahunan. Pilih menu tabel pivot yang ada di tab data, muncul dialog box editor
tabel pivot di bagian kanan layar komputer. Langkah selanjutnya adalah menambahkan baris, urutan menaik atau menurun sesuai tahun. Jangan lupa centang kotak tampilan total yang ada di bagian bawah.
Berikut adalah nilai endemisitas, rangkum menurut counta yang ada di kotak dialog, pada bagian kanan klik tampilkan sesuai default.
Terakhir adalah filter endemisitas, klik pada kotak dialog untuk menampilkan 1 item yaitu endemisitas tinggi.
Penggunaan Data
Alokasi anggaran untuk pencegahan dan pemberantasan malaria di Nusa Tenggara Timur setiap tahun, memiliki hubungan dengan tingkat endemisitas malaria di masing-masing kabupaten.
Jika alokasi anggaran berkurang atau rendah, kegiatan pencegahan dan pemberantasan malaria menjadi tidak efektif yang berdampak terhadap penurunan endemisitas. Dalam kasus ini, alokasi anggaran pencegahan dan penanganan malaria pada 2018 sebesar Rp8,894 miliar, yang saat itu masih tercatat 5 kabupaten endemisitas tinggi malaria dan 6 kabupaten kategori
endemisitas sedang malaria.
Alokasi anggaran yang besar itu berhasil menurunkan endemisitas tinggi malaria dan endemisitas sedang pada 2019. Kabupaten endemisitas tinggi malaria berkurang jadi 3, dan kabupaten endemisitas sedang malaria berkurang jadi 4.
Pada 2019 tersebut, alokasi anggaran berkurang menjadi Rp7,881 miliar antara lain dihentikannya alokasi anggaran dari APBD II. Dampaknya pada 2020, kabupaten endemisitas tinggi malaria belum berkurang dari 3 kabupaten, kecuali endemisitas sedang berkurang menjadi 2 kabupaten.
Pada 2020 anggaran malaria berkurang lagi menjadi Rp4,300 miliar. Tautan hasil analisa data ini bisa dibagikan kepada pihak lain untuk kebutuhan data pada program eliminasi malaria di NTT. Selain untuk mahasiswa atau dosen fakultas kedokteran, politeknik kesehatan serta tenaga kesehatan secara umum.
Lebih jauh, bisa digunakan pengambil kebijakan untuk menentukan alokasi anggaran yang tepat bagi penanganan malaria sehingga program NTT bebas malaria pada 2023 bisa tercapai. Malaria memang masih menjadi momok di daerah ini sehingga semua pihak perlu bekerja keras agar target eliminasi malaria di NTT pada 2023 dapat tercapai. (OL-13)
Meskipun tantangan terbesar berada di kawasan Afrika, kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia tidak boleh lengah.
Presiden RI ke-6 itu juga menyoroti wilayah Papua yang masih menyumbang 93% dari beban malaria nasional, dan menekankan pentingnya komitmen lintas pemerintahan.
MALARIA menjadi tantangan kesehatan di Indonesia, terutama di wilayah endemis. Malaria berkembang dari gejala ringan menjadi kondisi yang sangat serius
Beberapa penyakit kuno seperti Rabies, Trakoma, Kusta, TBC, dan Malaria masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
Peneliti Harvard menemukan dua obat yang bisa membunuh parasit malaria dalam tubuh nyamuk.
BRIN kembangkan diagnosis malaria berbasis AI guna tekan kasus di Papua dan capai target eliminasi nasional 2030.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved