Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Nelayan Aceh Resah Maraknya Penggunaan Pukat Harimau

Amiruddin A.R
29/8/2021 07:28
Nelayan Aceh Resah Maraknya Penggunaan Pukat Harimau
Nelayan sedang menjaring ikan dengan pukat darat di tepi pantai Desa Pasi Rawa, Kecamatan Kota Sigli, Privinsi Aceh, beberapa waktu(MI/Amiruddin MR)

BANYAKNYA aktivitas penangkapan ikan menggunakan pukat harimau (pukat trawl) di perairan laut Selat Malaka, kawasan Provinsi Aceh, telah
meresahkan ribuan nelayan tradisional setempat.

Pasal aksi penangkapan ikan tidak menghiraukan kelestarian alam itu adalah ancaman pupulasi ikan dan kehidupan hewan laut lainnya. Bahkan telah
merusak ribuan hektere taman laut dan terumbu karang di peraran setempat.

Bila persoalan ini tidak segera ditertipkan oleh penegak hukum atau kementerian terkait dikahawatirkan terjadi kunflik antara nelayan tradisional dan pengusaha kapal tangkap pengguna pukat harimau. Lalu semakin menambah eksploitasi sumber daya ikan laut.

Penelusuran Media Indonesia, aksi pukan harimau paling parah di perairan Selat Malakan itu antara lain tersebar di perairan Kabupaten Aceh Utara,
Aceh Timur, Kota Langsa dan Aceh Tamiang. Padahal para nelayan tradisional sepanjang pesisit Aceh itu telah berulangkali bersuara melalui media massa
dan melapirkan ke pihak berwenang. Tapi suara kaum nelayan kecil ini seperti tidak terdengarkan.

Muslim, nelayan tradisional di pesisir Kecamatan Idi, Kabupaten Aceh Timur, mengatakan setelah pukat harimau ramai beropesi, sangat berpengaruh
terhadap hasil tanglapan nelayan kecil. Bahkan mereka yang biasanya berlayar dengan perahu atau pengguna sampan kayu terancam krisis hasil tangkapan. Bahkan mereka pernah tidak mendapatkan apa-apa walaupun seharian sudah berlayar.

"Yang turun ke laut malam dan pulang siang sajak krisis hasil tangjapan, apalagi mereka yang mengsndalkan pukan darat di tepi pantai. Sayangnya di
tengah kesulitan akibat kondisi pandemi Covid-19 , tertimpa lagi oleh keserakahan pengusaha kapal besar. Kalau begini kemana lagi nelayan kecil
menopang nafkah keluarga" tutur Muslim.

Dosen Hukum Adat dari Universitas Syiahkuala, Banda Aceh, M Adli Abdullah, Sabtu (28/8) mengatakan penegak hukum harus proaktif dengan persoalan yang terjadi di laut. Apalagi menyangkut dengan kehidupan orang banyak dan kerusakan alam. Penanganan lebih cepat, terukur, seuai hukum dan efektif
bisa menyelesaikan semua pelanggaran.

Mantan Sekjen Panglima Laot Provinsi Aceh ini menegaskan, hukum positif tentang kelautan dan perikanan tidak boleh terabaikan. Lalu hukum adat laot
untuk teritorial wilayah Aceh juga tersedia untuk mengatasi pelanggaran oleh siapa saja.

"Di hukum adat laot Aceh tertera, siapa saja melakukan pelanggaran seperti menggunakan jaring trawl atau pukat harimau, sanksinya antara lain semua
hasil tangkapan disita, kapal yang digunakan juga disita. Tidak ada yang kebal dengan hukum yang telah diakui tersebut" tegas M Adli Abdullah yang
kini juga Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat tersebut. (OL-13)

Baca Juga: Akar Ideologis Partai Golkar Berasal dari Soekarno


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik