Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Sejarawan: Puan Harus Belajar Sejarah Sumatra Barat

Yose Hendra
03/9/2020 20:41
Sejarawan: Puan Harus Belajar Sejarah Sumatra Barat
Jam Gadang Bukittinggi, simbol Sumatra Barat( ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

PERNYATAAN Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan Puan Maharani semoga Sumatra Barat mendukung Pancasila memicu reaksi banyak kalangan masyarakat Sumbar. Masyarakat menilai seolah-olah Sumbar kurang mendukung Pancasila. Pernyataan Megawati dan Puan yang memantik kisruh itu adalah menghubungkan Sumatra Barat dengan Pancasila, serta pemikiran soal rakyat Sumbar dianggap tak menyukai PDI Perjuangan.

Puan Maharani menyinggung Sumbar saat acara deklarasi calon kepala daerah dari PDIP secara virtual pada Rabu (2/9).PDIP memberikan dukungan kepada pasangan Mulyadi-Ali Mukhni dari koalisi Demokrat-PAN.

"Untuk Provinsi Sumatera Barat, rekomendasi diberikan kepada Ir. Mulyadidan Drs. H. Ali Mukhni. Merdeka! Semoga Sumatra Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila," kata Puan.

Pada kesempatan itu juga, Ketua Umum PDIP Megawati juga mempertanyakan sikap warga Sumbar yang tidak mempercayakan suaranya kepada PDIP.

"Saya pikir kenapa ya rakyat di Sumbar itu sepertinya belum menyukai PDIP," kata Mega.

Pengamat politik dari Ilmu Sejarah, Universitas Andalas Israr Iskandar mengatakan, walaupun pernyataan itu disampaikan dalam konteks pemberian dukungan PDIP terhadap pasangan Mulyadi-Ali Mukhni dalam Pilgub 2020, namun pernyataan itu terlanjur menjadi bola panas yang dapat mendegradasi  citra PDIP di kalangan masyarakat Minang sekaligus pamor cagub-cawagubnya sendiri.

"Sekalipun sudah diklarifikasi, namun kalau dilihat secara substansi pernyataan Puan memang seolah mewartakan sikap, persepsi dan pandangan petinggi partai banteng itu terhadap masyarakat Sumbar secara keseluruhan," jelasnya.

Menurutnya, persepsi itu biasanya tak hanya dibangun berdasarkan pembacaan terhadap sejarah, tetapi juga perkembangan politik mutakhir. Khususnya kekecewaan PDIP dalam Pemilu 2019 lalu di Sumbar yang jauh  melorot dibandingkan sebelum sebelumnya.

"Kalau persepsi dibangun atas pembacaan terhadap sejarah, Puan tentu bisa didebat orang. Apakah yang mendasari pernyataannya itu? Apakah karena masyarakat daerah ini pernah mendukung PRRI?  Ataukah sekedar karena orang Sumbar tak memilih PDIP dalam pemilu-pemilu?," kata Israr.

Ia menegaskan, kalau membaca sejarah harus dilihat secara utuh. Orang Sumbar jelas memiliki kontribusi besar dalam sejarah Republik, termasuk sejarah perumusan Pancasila. Ingat kontribusi Yamin, Hatta, Agus Salim, dan lainnya. 

"Memang kalau lihat PRRI, kesannya tidak Pancasilais. Padahal itu gerakan koreksi terhadap pelanggaran Pancasila, walaupun akhirnya tergelincir pada gerakan integrasi.
Itu harus diakui," tukasnya.

"Celakanya memang, kalau persepsi siapa lebih Pancasilais dan siapa yang kurang Pancasilais didasarkan pada pilihan politik mutakhir. Pernyataan Puan bisa tergelincir pada sejenis sikap hegemonik atas pemaknaan Pancasila juga. Seolah satu kelompok lebih Pancasilais dibandingkan kelompok lain. Hal itu jelas bersifat kurang bijak," Israr menambahkan.

Tapi memang, sambungnya, bisa jadi Puan sedang melihat di Sumbar ada indikasi munculnya kelompok-kelompok intoleran. Menurut Israr, ia harus menunjukkan hal itu supaya tidak digeneralisasi.

"Itu bisa oknum juga.  Memang sebelum ini ada survei-survey yang bilang di Sumbar tumbuh kelompok intoleran. Tapi sekali lagi jangan digeneralisir bahwa Sumbar kurang mendukung Pancasila," ungkapnya.

Israr mengatakan suara PDIP yang rendah pada Pemilu Legislatif 2019 lalu bukanlah suatu hal yang mengherankan. Karena sejak dulu, Sumbar menurut Israr memang tidak pernah menjadi basis suara dari PDIP. Bahkan sejak dekade 50-an saat Sukarno masih mengandalkan PNI sebagai kendaraan politik, juga tidak mampu meraih suara cukup signifikan di Sumbar. Contohnya pada Pemilu 1955, PNI hanya meraup 1 persen suara.

"Kalau dikaitkan dengan sejarah, Sumbar memang bukan basis suara PDIP. Bahkan sejak masih PNI di zaman Presiden Sukarno, di Pemilu tahun 55, 
mereka hanya dapat 1 persen," tegasnya.

Masyarakat Sumbar juga sudah memiliki persepsi tersendiri terhadap PNI dan sekarang terhadap PDIP. Kalangan Sukarnois dulu pernah berkolaborasi dengan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom). Warga Sumbar sejak dahulu menurut Israr tidak cocok dengan Nasakom.

baca juga:Pengantar Pendaftaran Paslon Dibatasi

Sementara itu, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumbar, Alex Indra Lukman menegaskan, rumusan Pancasila dari Presiden pertama Republik Indonesia. Sukarno, digali dari keanekaragaman ajaran agama, budaya dan adat istiadat di nusantara, termasuk dari Ranah Minang.

"Bung Karno (Sukarno-red) bahkan mengunjungi langsung dan berdialog dengan berbagai tokoh dari tanah Minangkabau. Saat perumusan nilai-nilai dasar negara Pancasila ini. Salah satu butir Pancasila yang berasal dari nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Minangkabau. Terangkum dalam Sila ke-4 yang berbicara tentang musyawarah dan mufakat," ungkap Alex.

Pernyataan Alex ini, terkait dengan pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Keamanan, Puan Maharani yang sempat jadi kontroversi bagi masyarakat Minangkabau. Pernyataan itu, sebenarnya disampaikan Puan Maharani dalam rapat internal partai. Pesertanya adalah seluruh pengurus tingkat provinsi dan 
kabupaten/kota. Pada rapat internal yang digelar Rabu (2/9/2020) itu, kebetulan bersifat terbuka yang bisa diikuti secara virtual.

"Mbak Puan sebenarnya tengah menugaskan kami, jajaran pengurus PDI Perjungan di Sumatra Barat, untuk mempertahankan nilai-nilai Pancasila terutama soal musyawarah dan mufakat yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Minang. Inilah pesan dan harapan Mbak Puan," tegas Alex. 

Alex berharap, masyarakat Sumatra Barat memahami suasana kebatinan rapat internal partai yang digelar secara terbuka itu.

"Ranah Minang adalah bumi Pancasila. Tidak mungkin memisahkan Pancasila dan Minangkabau beserta tokoh-tokohnya terhadap perjalanan bangsa ini," pungkasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya