Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Perisai yang tak Kunjung Datang

Ant/N-2
27/7/2020 05:15
Perisai yang tak Kunjung Datang
Warga saat latihan prosesi ritual adat Seren Taun dan menyambut kedatangan para tamu, di Desa Cibarani, Lebak, Banten, (5/7/20).(ANTARA FOTO/Muhamamd Bagus Khoirunas)

JIKA memiliki iktikad untuk melindungi masyarakat adat, langkah Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten, dan Bulukumba, Sulawesi Selatan, bisa ditiru. Mereka menerbitkan per­aturan daerah sebagai pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat.

Saat ini pemerintah daerah memang jadi tumpuan untuk memberikan perlindungan pada hak-hak masyarakat adat. Pasalnya, di tingkat nasional, undang-undang yang diharapkan bisa memayungi masyarakat adat, tidak juga kelar dibahas.

Tidak tanggung-tanggung, dua periode jabatan anggota DPR RI, Rancang­an Undang-Undang Masyarakat Adat mogok di tengah jalan. Pada 2014, RUU sudah dibahas dalam panitia khusus oleh anggota DPR RI periode 2009-2014.

Sayangnya, Pansus tidak mampu menyelesaikan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat itu, sampai masa jabatan mereka berakhir.

Upaya berlanjut pada 2017. Fraksi Partai NasDem jadi pengusulnya. Sempat disetujui sebagai Program Legislasi Nasional Prioritas 2018. Presiden Joko Widodo sempat mengeluarkan Surat Perintah Presiden tentang pembentukan tim pemerintah yang akan membahas RUU Masyarakat Adat bersama DPR.

Namun, sampai masa jabatan anggota DPR 2014-2019 berakhir, pemerintah tidak bisa menyerahkan daftar inventarisasi masalah kepada DPR. RUU pun gagal lagi.

Tahun ini, NasDem kembali mengusung RUU Masyarakat Adat masuk Prolegnas. Mereka bersama PDIP dan PKB.

Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem Sulaeman L Hamzah yang gigih mengangkat masalah ini sejak 2014, mengatakan status RUU Masyarakat Adat saat ini carry over di DPR. “Tinggal dilengkapi saat pembahasan.”

Daftar inventaris masalah disiapkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk disandingkan dengan daftar dari pemerintah. “Untuk menjamin perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat, kami akan menyisir kembali pasal per pasal,” janjinya.

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, mengatakan UU Masyarakat Adat sangat fundamental guna perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional masyarakat adat. Saat ini banyak peraturan tentang masyarakat adat yang justru menyulitkan mereka untuk mendapatkan hak-hak tradisional.

“UU tentang masyarakat adat perlu sebagai peletak dasar pengaturan beserta hak-hak yang bersifat komprehensif. Masyarakat adat menantikan RUU segera disahkan guna menekan peningkatan angka kriminalisasi,” tandasnya.

Kriminalisasi sering terjadi selama 2019. Salah satunya Masyarakat Adat Sihaporas di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, yang berhadapan dengan Hutan Tanaman Industri (HTI). Ada juga kasus masyarakat adat peladang di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang menjadi pesakitan karena membuka lahan kurang dari 1 hektare dengan cara dibakar.

“Ada 51 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat sampai Desember 2019. Mayoritas terkait dengan tuduhan penebangan hutan,” tambah Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Rahma Mary. (Ant/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya