Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Hormati Leluhur, bukan Memuja di Makam

Nurul Hidayah
23/7/2020 04:20
Hormati Leluhur, bukan Memuja di Makam
Seren Taun, cara masyarakat agraris Sunda Wiwitan di Cigugur, kabupaten Kuningan mempertahankan tradisi dan budaya dari leluhur mereka.(MI/Nurul Hidayah)

Masyarakat adat dan kepercayaan yang dianutnya terus diuji. Salah satunya dialami Masyarakat Adat Karuhun Urang yang menganut Sunda Wiwitan. Beberapa tulisan ini merupakan hasil penelusuran yang dilakukan reporter Nurul Hidayah atas kegigihan mereka untuk bisa hidup damai di negara Pancasila. (Tulisan satu).


SETIAP tahun, Masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan membuat nama Kabupaten Kuningan menjulang. Upacara adat Seren Taun yang mereka gelar antara Agustus-September, selalu mendapat perhatian hingga ke tingkat nasional.

Saat digelar pada 2018, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun bertandang ke Kuningan, Jawa Barat. Ia memberikan dorongan agar masyarakat adat di Kecamatan Cigugur itu terus menjaga budaya serta menjaga persatuan dan kesatuan.

Saat itu, puja-puji juga dilontarkan Bupati Acep Purnama. “Seren Taun punya nilai tinggi bagi Kabupaten Kuningan. Tan hana nguni tan hana mangke, kalau tak ada masa lalu, tak ada masa sekarang,” ucapnya.

Di mata Acep, Cigugur merupakan miniatur dari Indonesia. Beragam etnik suku dan agama tumbuh di sana. “Perbedaan bukanlah sebuah hambatan, tapi sebuah khazanah. Keindahan yang harus kita hormati,” ungkapnya.

Namun, dua tahun kemudian, tahun ini, Acep seperti meninggalkan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan. Awal pekan (Senin, 20/7), serombongan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kabupaten Kuningan dan ratusan orang lain dari kelompok tertentu, menggeruduk ke Curug Goong, Desa Cisantana, Cigugur.

Di lokasi ini, para penganut Sunda Wiwitan itu tengah membangun kompleks permakaman leluhur dan pemimpin mereka, Pangeran Djatikusumah. Satpol PP memasang segel di sekeliling tugu batu yang menjadi monumen keberadaan permakaman. “Penyegelan sudah sesuai aturan. Kami sudah melayangkan tiga kali surat peringatan,” kata Kepala Satpol PP Indra Purwantoro.


Ajukan IMB

Girang Pangaping Adat Masyarakat Akur Sunda Wiwitan, Okky Satrio Djati, menyatakan pembangunan pasarean sudah dilakukan sejak 2014. Mereka telah mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB).

“Kami juga telah melakukan dengar pendapat dengan DPRD Kabupaten Kuningan. Kami menjelaskan bahwa tugu batu dan pesarean bukan tempat pemujaan. Kepercayaan kami melarang pemujaan makam,” tegasnya.

Namun, pengajuan IMB ditolak. Barisan Satpol PP dan massa melarang pembangunan tugu dilanjutkan.

Kedatangan Indra dan anak buahnya tentunya bukan tanpa sepengetahuan sang Bupati, Acep Purnama. “Yang mereka lakukan sudah sesuai prosedur. Kami punya peraturan daerah untuk pengurusan IMB,” kata Acep.

Masyarakat Adat, lanjutnya, hanya melayangkan surat saat mengurus IMB pembangunan permakaman. “Mereka seharusnya datang, melengkapi persyaratan, KTP, juga sertifikat.”

Jika ingin mendapat pengakuan resmi, lanjut Acep, Masyarakat Adat harus mendaftar secara resmi ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kuningan.

Sebelumnya, 7 April lalu, DPP PDI Perjuangan, partai tempat Acep bernaung, mengirim surat. Dalam surat yang ditandatangani Ketua DPP Tri Rismaharini dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto itu, Acep, sebagai bupati dan kader PDIP, di minta membantu dan memberikan perlindungan kepada Masyarakat Adat.

Namun, Acep bergeming. Ia mengaku sudah mengirim surat balasan ke partainya. “Sudah saya jelaskan permasalahan yang sebenarnya terjadi di Cigugur.” (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya