Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Mahalnya Biaya Rapid Test Diprotes Sopir Lintas Halmahera

Hijrah Ibrahim
02/6/2020 17:50
Mahalnya Biaya Rapid Test Diprotes Sopir Lintas Halmahera
Massa dari Asosiasi Sopir Lintas Halmahera (ASLIH) Maluku Utara, demo di Pelabuhan Feri BastionTernate karena biaya rapid tes mahal.(MI/Hijrah Ibrahim)

KEBIJAKAN Pemerintah mewajibkan untuk setiap masyarakat yang bepergian ke daerah satu ke daerah lain harus disertakan dengan surat keterangan sehat dan surat keterangan Bebas Covid-19, dinilai sangat membebani Masyarakat.

Di Ternate, Maluku Utara, massa dari Asosiasi Sopir Lintas Halmahera (ASLIH) Maluku Utara, menggelar aksi protes di Pelabuhan Feri Bastiong Ternate, karena merasa sangat terbebani dengan biaya rapid test untuk satu orang yang dikenakan biaya sekali rapid tes, sebesar Rp600 ribu hingga Rp800 ribu per sopir dan kernet.

Koordinator ASLIH Maluku Utara, Sahril Sarifudin mengungkapkan, saat hendak masuk ke Kabupaten tertentu, sopir lintas diharuskan mengantongi surat keterangan sehat disertai hasil rapid test atau Bebas Covid-19. Namun persoalannya, untuk sekali menjalani rapid test para sopir harus mengeluarkan ongkos hingga ratusan ribu rupiah.

"Para sopir jika mau melintas diwajibkan untuk rapid tes. Biaya rapid tes  sangat besar, itu membebani kami para sopir lintas. Bayangkan saja, satu kali rapid tes Rp600 ribu sampai Rp800 ribu. Anak Istri kita mau makan apa," ungkap
Sahril kepada Wartawan di Pelabuhan Feri Bastiong Ternate, Selasa (2/06).

Menurut Sahril, Para sopir lintas bersedia untuk di Rapid Test, dengan syarat harus gratis. Atau ASLIH meminta keringanan untuk membawa surat kesehatan dari Gugus Tugas saja, supaya bisa kembali melakukan pekerjaan atau melintas seperti biasa

"Sudah beberapa bulan kami memuat bahan pokok sembako untuk Kabupaten Kota, tetapi kenapa harus di rapid test dan itupun juga kami bayar dengan uang pribadi kami, Padahal sudah kami bawa surat kesehatan dari Gugus Tugas Covid-19," beber Sahril.

Kebijakan rapid test, lanjut Sahril, tidak mengedepankan asas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya bagi pekerja harian yang diharuskan bepergian lintas daerah seperti sopir lintas.

"Kebijakan ini menyusahkan kami, karena berlaku juga hanya 7 hari. Setelah itu kami harus rapid test lagi. Hitung sendiri kebijakan ini menggerus berapa banyak pendapatan kami," tukas Sahril.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada Gubernur Provinsi Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, untuk meminta kepada Kepala Daerah agar tidak mewajibkan para sopir melakukan rapid test. (OL-13)

Baca Juga: Besok, Sidang Kasus Jiwasraya Digelar



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya