Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Terang Benderang hingga ke Batas Negeri

Palce Amalo
14/9/2019 18:20
Terang Benderang hingga ke Batas Negeri
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Oepoli di Desa Netemnanu Utara, Kabupaten Kupang, NTT.(MI/Palce)

HARI beranjak gelap saat Idrus Baleri, 48, kembali dari sawah di rumahnya di Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dengan badan masih penuh lumpur, ia bergegas membuka pintu rumah dan menyalakan listrik.

"Sebelum listrik masuk ke desa, pulang dari sawah seperti ini, kami menyalakan pelita," ujarnya sambil tersenyum kepada Media Indonesia di rumahnya, akhir Agustus lalu.

Dia lantas membandingkan seorang tetangganya yang berprofesi sebagai pedagang, lebih awal menikmati listrik PLN setelah membayar biaya pasang listrik sebesar Rp3 juta.

"Saya yang pendapatan pas-pasan, butuh waktu untuk mengumpulkan uang," katanya lagi.

Sebagai petani penggarap, Idrus harus mencari sumber-sumber pendapatan lain. Dia tidak bisa menggantungkan pendapatan dari lahan garapannya seluas 24 are saja.

Produksi gabah dari lahan seluas itu maksimal yang dipanen hanya mencapai 30 karung, itu pun masih dibagi dengan pemilik lahan. Ia hanya bisa menggarap sawah pada musim hujan atau saat tersedia cukup air. Sebaliknya di musim kemarau, lahan miliknya berubah menjadi
kering-kerontang karena kekeringan.

Beruntung, ia memiliki keahlian sebagai montir. Saat musim menggarap sawah berakhir, ia menekuni profesi yang baru beberapa bulan ditekuninya sebagai montir keliling untuk memperbaiki traktor, sepeda motor, truk atau pikap yang mengalami kerusakan mesin.

Semua pekerjaan itu ia dilakukan tentu dengan harapan dapurnya tetap 'mengepul' dan tersedia uang untuk ongkos pendidikan anak-anaknya. Biaya yang tidak kalah penting ialah membayar pasang listrik baru untuk bisa menikmati listrik seperti tetangganya.

"Dulu untuk charge (mengisi baterai) handphone ke rumah tetangga yang ada listrik, sekarang tidak perlu lagi," kenangnya.

Di bawah penerangan listrik PLN, anak-anaknya belajar dengan tenang, tidak perlu sampai memaksa mata mereka mendekat buku seperti saat masih pakai pelita. Setelah ada listrik, Idrus pun berniat mewujudkan salah satu cita-citanya, yaitu membuka usaha seperti menjual es batu dan kue. Karena itu, dia harus menabung lagi untuk membeli kulkas.

Keluarga yang rumahnya hanya berjarak sekitar satu kilometer dari garis perbatasan Indonesia-Distrik Oekusi, Timor Leste ini, mendapat layanan pemasangan listrik lewat program listrik pedesaan dengan sasaran utama melistriki rumah penduduk di daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal).

Target pemerintah melistrikan seluruh penjuru Tanah Air, termasuk daerah perbatasan termuat dalam poin ketiga Nawacita Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, yakni 'Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan'.

Dengan demikian, pembangunan tidak lagi terpusat di wilayah perkotaan, tetapi menyebar ke seluruh pelosok negeri seperti Netemnanu Utara, wilayah yang berjarak sekitar 150 kilometer dari Kota Kupang.

Kepala Desa Netemnanu Utara, Winfried Kameo, menyambut gembira program listrik pedesaan yang dimulai sejak 2015 tersebut, karena berhasil membuat ribuan warganya terang benderang di malam hari.

Setelah ada listrik, kini sejumlah kios di wilayah itu berlomba menjual minuman dingin dan mengawetkan makanan. Dia menyebutkan dampak positif dari listrik masuk pedesaan terlihat adanya manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat.

Hal itu sesuai harapan pemerintah yakni mengaliri desa-desa terpencil dan daerah 3T dengan listrik, akan mendorong ekonomi desa bertumbuh, yang selanjutnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tidak hanya Idrus yang mengalami kesulitan membayar ongkos pasang baru, masih 140 keluarga lainnya mengalami hal serupa, sedangkan sekitar 1.548 keluarga lainnya di desa tersebut sudah menikmati listrik.

Bahkan angka keluarga yang belum menikmati listrik jauh lebih besar jika menengok desa-desa dalam daerah 3T di kabupaten yang belum berlistrik, seperti di Kabupaten Kupang masih tercatat 19.892 keluarga belum berlistrik. Selanjutnya 22.768 keluarga di Timor Tengah Utara belum berlistrik, dan di Belu sebanyak 18.136 keluarga belum berlistrik.


Baca juga: Seniman 17 Negara Ramaikan Yogyakarta International Art Festival


Supervisor Teknik Jaringan Sub Rayon Naikliu Amfoang Utara, PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah (UIW) NTT, Hengky Funai menyebutkan
minimnya pemanfaatkan listrik PLN di wilayah perbatasan karena jaringan listrik belum tersedia sampai seluruh desa. Penyebabnya warga belum mampu membayar ongkos pasang baru, dan akses menuju lokasi pembangunan jaringan cukup sulit.

Sesuai data PLN UIW NTT per September 2019, sebanyak 424 desa yang berada di gerbang tapal batas Indonesia-Timor Leste telah berlistrik.

Desa-desa itu tersebar di Kabupaten Kupang, Belu, dan Timor Tengah Utara. Hanya 27 desa yang belum berlistrik, terdiri atas 15 desa di Kupang dan 12 desa di Timor Tengah Utara.

PLN menargetkan pembangunan jaringan listrik menuju desa-desa itu rampung tahun ini dan warga desa segera menikmati listrik. Dengan demikian, rasio desa berlistrik akan mencapai 100% di akhir tahun. Sampai Agustus 2019, rasio desa berlistrik di NTT telah mencapai 89,26%, dan rasio elektrifikasi per Juli 2019 mencapai 73,18%.

Untuk mendorong warga tidak mampu di daerah 3T melakukan pasang baru listrik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN (Persero) menyelenggarakan program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) atau sambungan listrik gratis bagi rumah tangga sejak Agustus 2019. Program ini tidak hanya diberlakukan di NTT, tetapi juga di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sebaran wilayah NTT yang menerima bantuan BPBL sebanyak 1.250 rumah yang tersebar di Kabupaten Kupang, Alor, Sikka, Flores Timur, Lembata, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.

Adapun anggaran BPBL berasal dari sumbangan para pegawai Kementerian ESDM untuk mendukung PLN dalam Program Bantuan Sambung Listrik Gratis.

Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero), Djoko R Abumanan, menyebutkan rumah tangga yang dibiarkan tidak teraliri listrik akan tercipta kesenjangan sosial yang sangat besar. Pasalnya, aliran dan kabel listrik sudah ada di depan rumah, namun mereka tidak dapat menikmati listrik lantaran belum mampu membayar pemasangan listrik.

"Masyarakat di desa mampu membayar listrik bulanan, tetapi untuk biaya sambungan listriknya yang agak berat," ujarnya.

Karena itu, PLN membantu biaya sumbangan listrik untuk warga tidak mampu, selain untuk meningkatkan ratio elektrifikasi, juga sekaligus memenuhi unsur energi berkeadilan.

Seperti keluarga Idrus Baleri, keberadaan listrik kini mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Rumah menjadi terang benderang di malam hari, anak-anak belajar dengan nyaman, dan memperluas pengetahuan dari berbagai penjuru dunia dengan menonton acara televisi bersama anggota keluarga. (OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya