Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Andalkan Garam Turunkan Hujan

Dhika Kusuma Winata
27/8/2019 05:40
Andalkan Garam Turunkan Hujan
Saat penyemaian awan, salah satu upaya penanggulanan bencana kekeringan di wilayah pertanian Indonesia.(MI/PANCA SYURKANI)

GARAM dipilih Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagai salah satu solusi mengatasi kekeringan panjang. Seperti diungkapkan juru bicara BNPB Agus Wibowo, pihaknya tengah menyiapkan teknologi modifikasi cuaca dengan melakukan penyemaian awan menggunakan garam.

“Wilayah yang menjadi prioritas dan butuh hujan buatan segera ialah Pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Bali. Hari tanpa hujan di wilayah itu sudah mencapai tiga bulan lebih,” ungkapnya, di Jakarta, kemarin.

Modifikasi cuaca untuk mengatasi kekeringan akan dilakukan segera. BNPB masih menunggu potensi awan hujan yang cukup untuk mendorong hujan buatan.

Agus mengatakan BNPB sedang mengajukan bantuan dua pesawat dari TNI untuk melakukan operasi tersebut. Penyemaian awan akan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang bersifat menyerap air, seperti garam, untuk meningkatkan proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan.

“Kalau ada awan-awan potensial, bisa dalam 1-2 hari setelah penyemaian dilakukan bisa menjadi hujan. Agar cukup hujannya, bisa dilakukan sekitar satu bulanan operasi penyemaian,” ujarnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan lebih dari 92% wilayah Indonesia telah masuk musim kemarau. Puncak kemarau akan berlangsung Agustus-September. BMKG juga memprediksi kemarau masih berlanjut hingga tiga bulan ke depan.

Bendungan mengering

Tahun ini, kekeringan juga menyebabkan 10 dari 16 bendungan utama di Indonesia terdampak. Dari hasil identifikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ke-10 bendungan yang meng­alami penyusutan cadangan air ialah Jatiluhur, Kedung­ombo, Batutegi, Wonogiri, Sutami, Wonorejo, Cacaban, Selorejo, Way Rarem dan Batu Bulan.

Penyusutan paling parah terjadi di Kedungombo yang hanya memiliki volume air 328,35 juta meter kubik, jauh dari angka normal yang mencapai 688,41 juta meter kubik. Di urutan kedua, Batu Bulan dari normal 51,94 juta meter kubik susut menjadi 22,4 juta meter kubik.

“Saat ini ke­tersediaan air di 10 bendung­an itu akan diprioritaskan untuk kebutuhan air bersih masyarakat. Adapun untuk keperluan irigasi, akan dilakukan penggiliran jatah air, sesuai masa tanam,” ungkap Direktur Jenderal Sumber Daya Air Hari Suprayogi.

Kondisi Cacaban juga tidak kalah memprihatinkan.  Koordinator Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, Kuswandi, menyatakan dari volume normal 49 juta meter kubik, air waduk hanya tersisa 29 juta meter kubik.

“Seharusnya waduk ini mampu mengairi 17 ribu hektare sawah. Karena penyusutan­ ini­­, air waduk hanya bisa mengaliri areal­ persawahan di sekitar waduk,” tambahnya.

Suplai air ke wilayah terdampak kekeringan terus dilakukan sejumlah daerah di Jawa Tengah. Di Klaten, Badan Penanggulangan Bencana Daerah terus mengirim air bersih ke 14 desa terdampak.

“Total sudah 368 tangki air kita kirim ke lima kecamatan. Desa dengan kondisi terparah berada di lereng Gunung Merapi, di Kecamatan­ Kemalang dan Jatinom,” ungkap­ Kabid Kedaruratan, Yuwana Haris.

Kondisi di Cilacap lebih memprihatinkan. Anggaran untuk mendistribusikan air bersih dari APBD sudah habis sehingga pemerintah kabupaten mendorong pihak ketiga membantu warga.
“Dana APBD hanya cukup untuk menyalurkan 110 tangki air dan sudah habis. Kami berharap pihak swasta dan perusahaan-perusahaan membantu warga yang mengalami krisis air bersih,” ungkap Kepala Plh BPBD Tri Komara Sidhy. (Sru/Pra/JI/JS/LD/AD/AT/AU/CS/FB/PO/RF/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya