Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
SELAT Sunda masih berpotensi terjadi tsunami. Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Muhamad Sadly mengatakan ada tiga pemicu tsunami.
"Sedikitnya terdapat tiga sumber tsunami di Selat Sunda, yakni kompleks Gunung Anak Krakatau, zona graben dan zona megathrust," kata Muhamad Sadly seperti yang dilansir dari Antara, Sabtu (12/1).
Sadly menjelaskan kompleks Gunung Anak Krakatau terdiri atas Gunung Anak Krakatau, Pulau Sertung, Pulau Rakata, dan Pulau Panjang. Gunung serta ketiga pulau tersebut tersusun dari batuan yang retak-retak secara sistemik akibat aktivitas vulkano tektonik.
"Akibatnya, kompleks tersebut rentan mengalami runtuhan lereng batuan atau longsor ke dalam laut. Reruntuhan inilah yang berpotensi kembali membangkitkan tsunami," ungkap Sadly.
Begitu pula dengan Zona Graben yang berada di sebelah barat daya kompleks Gunung Anak Krakatau. Zona Megathrust juga berpotensi membangkitkan patahan.
Hingga saat ini, BMKG tetap memantau perkembangan kegempaan dan fluktuasi muka air laut di Selat Sunda. BMKG mengimbau masyarakat untuk mewaspadai zona bahaya dengan radius 500 meter dari bibir pantai yang elevasi ketinggiannya kurang dari lima meter.
Sebelumnya, terjadi gempa bumi beruntun yang terekam di Selat Sunda pada 10-11 Januari 2019. Namun, BMKG memastikan gempa tidak mengakibatkan kenaikan permukaan air laut yang signifikan sebagai indikasi tsunami di kawasan tersebut.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan pemasangan alat pantau di sejumlah titik di Selat Sunda guna memantau aktivitas kegempaan dan fluktuasi muka air laut. Alat-alat tersebut dipasang di Pulau Sebesi, Ujung Kulon dan Labuan.
Pulau Sebesi merupakan pulau terdekat dengan kompleks Gunung Anak Krakatau yang saat ini bisa dijangkau untuk pemasangan alat. Pulau ini difungsikan sebagai buoy alam agar dapat memberikan rekonfirmasi lebih dini jika gelombang tsunami terjadi.
BMKG juga merekomendasikan untuk membangun BTS (Base Transceiver Station) khusus di sekitar GAK dan Ujung Kulon. Hal itu agar pemantauan aktivitas kegempaan dan fluktuasi muka air laut lebih maksimal.
Selain itu, BMKG juga menambah instrumentasi dan fasilitas pemantau muka air laut. Antara lain, Tide Gauge atau Sensor Water Level, Buoy, dan Radar Tsunami atau HF Radar.
Penambahan peralatan tersebut untuk mempercepat pengiriman data hasil pengamatan aktivitas kegempaan dan fluktuasi muka air laut yang terpantau. "Dengan begitu, kita memiliki lebih banyak waktu untuk meminimalisir jumlah korban akibat gempa maupun tsunami di wilayah pesisir Selat Sunda," kata Dwi.
Untuk mengantisipasi beredarnya informasi sesat dan bohong mengenai kondisi Selat Sunda, BMKG mengimbau masyarakat untuk melakukan cek dan cek silang informasi melalui kanal-kanal resmi milik BMKG. (Medcom/OL-1)
SEJAK tsunami Pangandaran pada 2006, tim peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN menyimpulkan bahwa tsunami raksasa di selatan Jawa memang pernah terjadi berulang. R
BNPB mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat di wilayah pesisir untuk tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gempa dan tsunami yang dapat terjadi kapan saja.
KEKHAWATIRAN akan tsunami besar di wilayah Pasifik mulai mereda pada Rabu (30/7), setelah gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,8 mengguncang wilayah terpencil di Semenanjung Kamchatka, Rusia.
Pemerintah Jepang hingga saat ini masih belum mengakhiri peringatan tsunami imbas gempa Rusia dengan magnitudo 8,8 yang terjadi pada Rabu, 30 Juli 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada Rabu (30/7) malam, resmi mengakhiri peringatan tsunami yang sebelumnya dikeluarkan pascagempa Kamchatka di Rusia.
GEMPA bumi yang terjadi di Kamchatka, Rusia sebesar Magnitudo 8,7 dapat meminimalisir jumlah korban didukung karena sistem peringatan dini yang sangat baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved