Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
SEKITAR pukul 04.30 WIB, Senin (29/10), Wahidin,45, dan Mali, 50, pergi menggunakan perahu kecil ke tengah laut. Dengan harapan mendapatkan tangkapan rajungan dan udang yang melimpah dari jaring yang dipasang sore, sehari sebelumnya.
Perahu pun melaju dengan kecepatan 40 kilometer perjam ke arah barat. Hingga jauh sekitar 3 kilometer dari bibir muara Tanjungpakis, Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Karawang, Jawa Barat. Umbul-umbul jaring terlihat mengapung di tengah laut yang tak jauh dari anjungan minyak Pertamina.
Mesin perahu dua nelayan itu pun dimatikan. Jaring-jaring perangkap mereka tarik ke permukaan dengan harapan mereka menangkap tangkapan yang melimpah.
"Tetapi pas kita tarik, malah tangkapan kita sedikit sekali. Memang satu minggu ini tangkapan nelayan di sini kurang memuaskan," ucap Wahidin kepada Media Indonesia saat ditemui di muara Tanjungpakis, Selasa (30/10).
Pagi itu sekitar pukul 06.00 WIB, gerimis mengguyur. Wahidin memilih untuk tidur, sementara itu Mali memilih untuk merenung di atas perahu. Sambil melamun Mali, melihat ke atas angkasa yang tengah gerimis. Tiba- tiba saja dia tersentak melihat sebuah pesawat terbang rendah melintas di atas perahu. Pesawat tersebut pun terlihat aneh, ia melaju dengan sayap sedikit miring dan menukik.
"Pesawat itu miring, jadi sayapnya itu agak menyerong," kata Mali.
Suara dentuman terdengar muncul dari kejauhan, Wahidin pun terbangun dan Mali belum hilang kaget. Tak ada curiga, mereka berdua berpikir itu merupakan suara guruh, karena hujan.
"Setelah suara itu muncul, tiba-tiba ombak yang tak biasa menghantam perahu. Setelah itu kami memilih pulang," katanya.
Namun sesampai di muara Tanjungpakis, Wahidin dan Mali pun merasa heran. Pantai Tanjungpakis dipenuhi banyak tentara dan polisi. Ia baru sadar jika pesawat yang dilihatnya menukik itu merupakan pesawat Lion Air JT610 yang mengalami kecelakaan.
"Saya baru tahu jika ada pesawat jatuh itu setelah sampai di muara," ucap Wahidin.
Hari ini, Wahidin dan Mali kembali melaut, dengan dua misi yakni untuk memasang jaring tangkap rajungan dan udang sambil menyisir perairan pantai. Membantu pencarian serpihan bagian pesawat dan korban.
Sebagian nelayan lebih memilih untuk menyandarkan perahu di dermaga muara. Karena memang hasil tangkap yang sulit di dapatkan. "Kalau nelayan lain hari ini banyak yang tidak melaut. Karena memang hasil tangkapan lagi kosong," ujar Mali.
Sementara itu Camat Pakisjaya, Irlan Suarlan, mengungkapkan sedikitnya terdapat 140 kapal nelayan di Tanjungpakis. Ia mengatakan sebanyak 8.000 warga menghuni desa itu, dan mayoritas bekerja sebagai nelayan.
Di sisi lain, tak biasanya Pantai Tanjungpakis ini dipenuhi oleh ribuan warga. Pantai ini merupakan pantai wisata yang dikelola oleh PT JHI. Sejak tahu. 1980-an memang sudah menjadi tempat wisatawan lokal.
"Kalau ramai itu hanya pada tahun baru atau liburan nasional. Ini merupakan wisata pantai terlama," kata Irlan.
Dari pantauan Media Indonesia, warga berbondong-bondong ingin menyaksikan dari dekat evakuasi korban di posko bayangan Tanjungpakis itu.
Sejumlah pedagang pun mengantre di antara mobil-mobil wartawan dan tim evakuasi. Terkadang petugas sulit untuk mengendalikan ribuan warga yang sering menerobos garis polisi, kendati sudah beberapa kali di usir.
Nurlela warga Batujaya pun mengaku antusias ingin melihat langsung proses evakuasi. Ia datang bersama rombongan dari kampungnya menggunakan mobil pickup sewaan.
"Saya ingin lihat langsung saja. Saya dengar memang ada pesawat jatuh di Karawang," katanya. (A-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved