Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SEBAGAI destinasi wisata unggulan dunia, Bali dirusak oleh ulah agen travel yang mengobral murah pariwisata Pulau Dewata ini ke wisatawan asal Tiongkok. Ada dugaan hal itu merupakan permainan mafia.
Akibatnya, kendati kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali tertinggi jika dibandingkan negara lain, tidak berkontribusi signifikan bagi perekonomian Bali. Bali bahkan disebut hanya mendapat sampah dari kunjungan wisatawan Tiongkok.
Keluhan itu disampaikan sejumlah tokoh pariwisata di Bali yang selama ini menangani wisatawan Tiongkok. Mereka ialah Ketua Bali Liang (Komite Tiongkok Asita Daerah Bali) Elsye Deliana, Wakil Ketua Bali Liang Bambang Putra, Sekretaris Bali Liang Herman, Komite Tingkok Nasional Chandra Salim, dan Ketua Komite Tiongkok DPP Asita Nasional Hery Sudiarto.
Elsye Deliana menjelaskan ulah agen travel yang menjual murah pariwisata Bali merupakan masalah serius bagi Bali. Fenomena ini sudah berlangsung sekitar 2 hingga 3 tahun terakhir.
Tahun ini bahkan semakin parah karena dijual dengan paket harga yang sangat murah. "Istilah kami zero tour fee (perjalanan biaya murah)," ujar perempuan yang akrab disapa Meylan, di Denpasar.
Sebelumnya, paket wisata ke Bali dijual 999 RMB atau sekitar Rp2 juta. Belakangan travel agent bahkan menjual lebih murah lagi sudah sampai 299 RMB sekitar Rp600 ribu. Harga tersebut sudah termasuk tiket pesawat pulang-pergi, makan dan hotel untuk 5 hari 4 malam. "Coba bayangkan, dengan Rp600 ribu bisa dapat tiket ke Bali dan balik ke Tiongkok. Dapat makan dan hotel selama 5 hari 4 malam," kata Meylan.
Lantas mengapa pariwisata Bali dijual murah? Meylan menduga ada permainan mafia yang dilakukan pengusaha asal Tiongkok. Ia menjelaskan pengusaha tersebut membangun usaha artshop di Bali yang jumlahnya cukup banyak.
Pengusaha artshop inilah yang menyubsidi kedatangan wisatawan ke Bali. Kendati memberi subsidi, mereka tetap meraup keuntungan sebab wisatawan Tiongkok yang jumlahnya banyak itu wajib berbelanja di artshop milik pengusaha Tiongkok itu.
Agen travel yang menangani mereka mengarahkan wisatawan tersebut untuk berbelanja di artshop milik pengusaha Tiongkok itu. "Mereka sudah seperti beli kepala, wisatawan itu wajib belanja di toko (artshop) itu," jelasnya. Diduga pula pembayarannya juga dengan wechat (pola Tiongkok) sistem barcode. "Jadi, transaksinya berputar saja," jelas Meylan.
Bambang Putra menambahkan, di artshop, wisatawan membeli barang-barang berbahan lateks, seperti kasur, sofa, dan bantal. "Dengan alasan bahwa Indonesia penghasil karet sehingga barangnya lebih murah. Padahal, barang itu sebenarnya buatan Tiongkok juga," kata Bambang.
Terkait tur wisatwan ke objek wisata, Meylan mengatakan, selama lima hari di Bali, hanya satu hari wisatwan Tiongkok tur ke objek wisata.
Dulunya Tanah Lot, kini ke Uluwatu karena lebih murah. Permainan seperti itu mengakibatkan Bali tidak mendapat keuntungan dari kunjungan wisatawan Tiongkok.
Persoalan lain terkait wisatawan Tiongkok diungkapkan Sekretaris Bali Liang Herman. Menurut dia, saat ini ada banyak guide ilegal asal Tiongkok. Demikian juga travel agent ilegal. (N-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved