PENYELEWENGAN pupuk bersubsidi di Jawa Tengah seperti tidak ada habisnya. Setelah tentara membongkar praktik pengoplosan pupuk, hari ini, Polres Cilacap berhasil melacak penimbunan pupuk bersubsidi.
Jumlahnya tidak tanggung-tanggung mencapai 9 ton, jenis urea dan SP 36. Pupuk itu direncanakan akan dipasarkan secara ilegal ke sejumlah wilayah di Cilacap dengan harga lebih mahal dari harga eceran tertinggi.
Tiga tersangka yang diringkus adalah Salim Fathurrohman, 39, warga Desa Margasari, Kecamatan Sidareja, Solikhin, 35, penduduk Margamulya, Kecamatan Gandrungmangu dan Kusyono Dariman, 58, warga Panikel, Kampung Laut. Sebanyak 9 ton pupuk disita saat berada di atas dua truk. Rinciannya, 116 zak pupuk urea masing-masing isi 50 kg dan 73 zak pupuk SP 36 dengan berat satu zak 50 kg.
Kapolres Cilacap Ajun Komisaris Besar Ulung Sampurna Jaya mengungkapkan selama sebulan terakhir, polisi terjun ke lapangan untuk mengetahui kelangkaan pupuk yang terjadi di Cilacap. "Banyak petani mengeluhkan adanya kelangkaan pupuk. Kalau pun mereka bisa mendapatkannya, harganya sudah jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan pemerintah."
Menurut Kapolres, setelah menerjunkan anggotanya untuk melakukan penyelidikan, ternyata memang ada dugaan penyelewengan pupuk. "Kami menemukan pelaku penimbunan. Mereka mendapatkan pupuk bersubsidi dari daerah lain dan ditimbun di rumah Salim di Sidareja."
Ia menduga kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini memang disebabkan oleh adanya praktik penimbunan. "Dari harga seharusnya Rp90 ribu per sak, mereka bisa menjual dengan harga Rp130 ribu."
Taryono, petani di Kelurahan Tambakreja, Kecamatan Cilacap Selatan, mengakui harga pupuk urea bersubsidi, saat ini, jauh lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah. "Saya beli di kios harganya sudah Rp105 ribu per sak. Meski mahal, saya tetap membeli karena membutuhkan." (N-3)