Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
KEPALA Kejaksaan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Dwi Samudji, mengungkapkan terdapat unsur pemaksaan untuk memberi uang dalam proses pengurusan dokumen pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang.
Hal tersebut disampaikan Dwi berdasar hasil pemeriksaan sejumlah saksi dalam kasus suap pengurusan dokumen agraria di BPN Kota Semarang.
“Terdapat 116 amplop berisi uang dengan pemberinya mulai dari masyarakat umum sampai notaris yang mengurus dokumen pertanahan,” kata Dwi di Semarang, kemarin.
Ditambahkannya, setiap amplop itu berisi uang antara Rp2 juta-Rp14 juta. Diduga itu merupakan uang suap karena di amplop tertera nama pemberi dan tanggalnya.
Ia menjelaskan, menurut dia, uang tersebut diberikan karena ada paksaan. Ditambahkannya, dalam pengurusan dokumen di BPN memang terdapat sejumlah biaya yang dibayarkan.
“Uang yang diberikan ini lebih besar dibanding biaya resmi yang harus dibayarkan,” katanya.
Penemuan 116 amplop itu merupakan barang bukti tambahan setelah sebelumnya kejaksaan mendapatkan 10 amplop berisi uang Rp32,4 juta ditambah uang tunai Rp600 juta serta emas dari dalam rumah, kantor, mobil, dan tas tersangka.
Dwi menuturkan, terdapat enam saksi yang sudah dimintai keterangan dalam penyidikan perkara tersebut.
“Nama mereka tertera di amplop berisi uang yang diberikan pada tersangka,” kata Dwi.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Semarang menetapkan Kepala Subseksi Pemeliharaan Data Pertanahan BPN Kota Semarang, Windari Rochmawati, sebagai tersangka dugaan suap pengurusan dokumen agraria di kantor pertanahan itu.
Setelah melakukan pemeriksaan secara maraton dan penggeledahan terhadap rumah tersangka, kini Windari ditahan selama 20 hari ke depan di LP Wanita Bulu, Semarang.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung di Semarang pada Senin (5/3) sore, selain Windari, Kejaksaan juga menangkap Kepala BPN Kota Semarang Sriyono dan dua staf pegawai honorer, yaitu Fahmi serta Jimni. Ketiganya kini masih berstatus sebagai saksi.
“Namun, jika nanti dalam penyidikan dan pemeriksaan ditemukan keterlibatan dalam kasus suap tersebut, tidak menutup kemungkinan akan meningkat statusnya,” ungkap Dwi.
Panwaslu ditahan
Kejaksaan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, kemarin resmi menahan salah satu anggota Panwaslu Kota Balikpapan, Jumiko, setelah sehari sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Panwas 2015 senilai Rp800 juta.
Jumiko diketahui pernah menjabat sebagai mantan Ketua Panwaslu Balikpapan pada 2015 dengan kinerja yang baik.
Kejari Balikpapan sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka sejak Senin (26/2). Selain Jumiko, tersangka lainnya ialah Kepala Sekretariat Panwaslu Balikpapan berinisial MAS dan bendahara berinisial AN.
Kedua tersangka lainnya itu berstatus sebagai aparatur sipil negara Kota Balikpapan yang diperbantukan membantu Panwaslu saat itu.
Terkait dengan penahanan Jumiko, Ketua Panwas Balikpapan Ahmadi Aziz mengaku akan berkoordinasi dengan Bawaslu Kaltim.
“Dia tetap jadi komisioner sampai menunggu proses berjalan ke Bawaslu RI melalui Bawaslu provinsi,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, sesuai dengan ketentuan tiga kali tidak ikut pleno, akan dilakukan pergantian antarwaktu. (SY/Ant/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved