Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
BADAN Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diminta mengacu pada prinsip hukum, bukan politik.
“Instruksi 1975 itu kan produk politik, bukan poduk hukum. Nah aculah produk hukum, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menjadi satu-satunya UU mengenai pertanahan,” kata pengajar Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) DIY Ahmad Nashih Luthfi di Yogyakarta, kemarin (Kamis, 1/3/2018).
Menurut Nashih, Instruksi 1975 yang lahir dari kebijakan politik. Adapun BPN, menurut dia, seha-rusnya mengikuti produk hukum yang mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Nashih menjelaskan, UUPA telah menyatakan arah hukum tanah secara nasional di Indonesia bukan lagi didasarkan pada ras. Sehingga, lanjutnya, BPN jangan sampai membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai universal terkait keadilan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM).
“Ini saatnya bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN melepaskan diri dari kebingungan. Ini kesempatan emas untuk membangun kebijakan pertanah-an dengan perspektif membangun Indonesia ke depan. Saya berharap persoalan ini diakhiri dengan lebih mengacu pada asas tertib hukum dan tidak masuk dalam kebijakan politik,” jelasnya.
Seorang warga, Handoko, menggugat Instruksi Wakil Kepala Dae-rah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Seorang WNI Nonpribumi. Instruksi itu dianggap diskriminatif.
Komisi Nasional (Komnas) HAM sudah dua kali merekomendasikan untuk mencabut Instruksi itu karena diskriminatif, yakni pada 2011 dan 2014.
Adapun Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY menilai penolakan kantor pertanahan di DIY untuk menerbitkan sertifikat hak milik tanah bagi warga Tionghoa adalah tindakan malaadministrasi dan diskriminatif.
Adapun majelis hakim di PN Kota Yogyakarta pada Selasa (20/2) menilai, Gubernur DIY dan Kepala BPN DIY tidak berbuat melawan hukum, meskipun memberlakukan Instruksi tersebut.
Enggan komentar
Kepala BPN Kantor Wilayah DIY Tri Wibisono enggan mengomentari persoalan tanah di DIY. “Mohon maaf saya belum bisa menjawab persoalan itu,” kata Tri Wibisono seusai pertemuan dengan sejumlah anggota DPR RI di Kantor Kepatihan Pemerintah Provinsi DIY di Yogyakarta.
Tri Wibisono pun hanya tertawa ketika ditanya apakah akan mengikuti putusan ORI atau Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta.
Salah seorang anggota Komisi II DPR RI Sareh Wiyono menilai, pemberlakukan instruksi itu sebagai kewenangan daerah. Terlebih, lanjut dia, DIY merupakan salah satu daerah istimewa.
Dia juga mengatakan, DPR tidak memberi penyikapan atas instruksi itu. “Aduh bagaimana yah, menurut saya ini kok urusan pemerintah daerah,” katanya.
Kepala Biro Hukum DIY Dewo Isnu Broto menyatakan, Pemprov DIY tetap akan menerapkan Ins-truksi tersebut. Sebab, pengadil-an telah menolak gugatan warga. Sehingga, lanjut Dewo, Gubernur tidak melakukan perbuatan melawan hukum. (N-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved