Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Gaya Hidup Picu Kondisi Kritis TPA

Kisar Rajagukguk
06/2/2017 02:30
Gaya Hidup Picu Kondisi Kritis TPA
(ANTARA/INDRIANTO EKO SUWARSO)

LAHAN tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Cipayung, Kota Depok, mendekati kritis.

Tumpukan sampah telah menimbun lahan yang membatasi tiga kolam A, B, dan C di TPA.

Ketinggiannya mencapai 20 meter atau setara dengan ketinggian sampah tiga kolam seluas 11 hektare.

Kritisnya lahan TPA disebabkan material sampah yang diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir mencapai 700-750 ton per hari atau setara 22 ribu ton per bulan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok Ety Suryahati mengakui bukan hanya kolam A, B, dan C seluas 11 hektare telah kepenuhan sampah.

Lahan yang membatasi kolam-kolam pun tidak lagi mampu menampung.

"Sekarang ini kami sudah memanfaatkan sisa-sisa lahan dan lahan sampah yang belum tinggi," tutur Ety kepada Media Indonesia, kemarin.

Sistem penanganan sampah di TPA Cipayung masih menggunakan sanitary landfill dan open dumping.

Artinya, dasar cekungan dilapisi geotekstil untuk menahan peresapan lindi pada tanah sekaligus meminimalkan risiko pencemaran lingkungan. Sampah ditumpuk sampai tinggi dengan dilapisi plastik organik.

Dinas LHK Kota Depok tengah mengkaji sistem zero waste city untuk meminimalikansampah seperti yang diberlakukan di TPA Bantargebang, Bekasi.

Program zero waste city berpotensi diterapkan untuk TPA Cipayung.

Hal itu disebabkan program tersebut sejalan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang mencanangkan Indonesia Bersih 2020.

"Sekaligus bisa memberikan kesadaran bagi masyarakat mengenai pentingnya gaya hidup bersih," imbuh Ety.

Solusi

Untuk meminimalkan kepenuhan sampah di TPA, Ety bersama jajaran telah memaksimalkan unit pengolahan sampah (UPS) sebanyak 32 di 11 wilayah kecamatan.

UPS yang ada difungsikan sebagai area pengolahan sampah untuk dijadikan pupuk.

UPS I digunakan hanya untuk mengolah sampah yang telah dipilah di tempat pembuangan sementara (TPS) tingkat kelurahan dan kecamatan.

Sisa sampah itulah yang selanjutnya diangkut dan dibuang ke TPA Cipayung.

Selain itu, pihaknya bekerja sama dengan 483 bank sampah yang dikelola pihak swasta.

Seperti halnya UPS, bank sampah menampung sampah yang sudah terpilah untuk diproduksi menjadi pupuk.

"Sudah ada 483 bank sampah yang menampung dan mengolah sampah untuk diproduksi menjadi pupuk di Depok," cetusnya.

Ety menaruh harapan masyarakat mau mengurangi produksi sampah dengan cara pemilahan sampah di rumah. Jika pemilahan sampah dilakukan sejak dini, sebenarnya TPA Cipayung tidak akan penuh seperti sekarang.

Menurut Ety, ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan tisu juga memberikan kontribusi terhadap sampah.

Padahal, masyarakat bisa membawa sapu tangan ke mana-mana.

Pembungkus makanan juga demikian.

Jika dulu banyak menggunakan daun, sekarang pakai styrofoam atau plastik.

Akibatnya, sampah yang diproduksi rumah tangga, perkantoran, perbelanjaan, dan pasar tradisional mencapai 700-750 ton per hari.

Tingginya produksi sampah tak lepas dari perubahan pola hidup manusia ke arah praktis.

Apalagi kaum ibu juga banyak memilih popok bayi sekali pakai ketimbang popok kain yang bisa digunakan kembali.

Jika 10 ribu bayi di Kota Depok pakai popok sekali pakai, dalam beberapa jam itu akan menyumbang sampah sekitar 1 ton. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya