Pilih Pemimpin Berbasis Meritokrasi

Christian Dior Simbolon
28/10/2016 06:25
Pilih Pemimpin Berbasis Meritokrasi
(ANTARA/Hafidz Mubarak A)

SEJUMLAH tokoh agama berkumpul di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Salemba, Jakarta, kemarin. Mereka mengimbau agar pilkada berlangsung damai dan sejuk. Para tokoh agama juga meminta publik agar memilih para calon pemimpin berbasis karakter dan kompetensi mereka.

"Seruannya tidak hanya untuk DKI, tapi semua pilkada serentak. Kita sepakat untuk bangun demokrasi yang baik, bermartabat, dan beradab. Biarpun (orang) tidak sependapat, situasi politik harus tetap terkontrol dengan baik," ujar Ketua PBNU Marsudi Syuhud.

Marsudi juga meminta publik tidak mudah terprovokasi oleh berbagai isu suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) yang muncul di media sosial. Sikap tabayun perlu dibudayakan dalam menghadapi beragam isu pemecah belah keutuhan bangsa yang muncul.

Sekjen Perwakilan Gereja-gereja Indonesia (PWI) Gomar Gultom meminta agar agama tidak dipolitisasi. Begitu pula sebaliknya. Agama akan kehilangan nilai-nilai luhur jika ditarik ke arena politik, atau sebaliknya. "Agama cukup sebagai landasan moral dan etik bagi pelaksanaan pilkada."

Sekjen Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Antonius Subianto Bunyamin menambahkan, pilkada sejatinya merupakan pesta demokrasi yang penuh sukacita. Ia berharap pilkada tidak berubah menjadi dukacita karena politisasi isu SARA menyebabkan pemilih memilih pemimpin yang salah.

"Kami mengimbau pada umat untuk menggunakan hak pilih secara aktif dengan baik dan benar. Jadilah pemilih yang cerdas dan bernas, menggunakan akal budi dan suara hati dalam memilih," tuturnya.

Ketua Umum DPP Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Suhadi Sendjaja mengatakan agamawan memiliki tanggung jawab sosial untuk mengarahkan umat memilih calon pemimpin terbaik. Namun, bukan berarti calon pemimpin yang dipilih harus seagama.

Ketua Bidang Ideologi, Politik, Hukum, dan HAM Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Yanto Jaya menambahkan, pilkada serentak pada 2017 merupakan momentum bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan kedewasaan demokrasi di Tanah Air.

Diapresiasi
Pakar hukum pidana Chairul Huda mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang tidak gegabah dalam menangani kasus Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Saya kira jika benar penyelidik sudah meminta pendapat ahli-ahli, terutama ahli hukum pidana, ahli bahasa, dan ahli agama, progresnya sudah baik," ujar dosen hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui terus menggali tiga hal yang berbeda. "Saya tak bermaksud bela Ahok, tapi tolong dipelajari betul kasus tersebut. Kasus ini melibatkan keahlian masalah hukum, keahlian masalah keagamaan, dan keahlian masalah bahasa," kata Tito.

Karena itu, Tito meminta supaya semua pihak tenang dan sabar dalam menyikapi persoalan ini.(Jay/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya