Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) 2017 DKI segera berlangsung. Beberapa koalisi partai politik sudah mencalonkan pasangan calon gubernur (cagub) dan wakil gubernur (cawagub) masing-masing, di antaranya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Wakil Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang diusung empat partai politik, yakni NasDem, Golkar, Hanura, dan PDIP.
Selain itu, Koalisi Cikeas juga mencalonkan nama Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (Deputi Gubernur Bidang DKI Bidang Kepariwisataan dan Kebudayaan). Sementara, Gerindra dan PKS mengusung pasangan Sandiaga Uno dan Anies Baswedan.
Kini, warga Jakarta tengah harap-harap cemas menanti sosok pemimpin Jakarta periode 2017-2022. Besar harapan warga gubernur dan wakil gubernur bisa berkolaborasi menciptakan Jakarta yang lebih baik.
Putri, 28, karyawan perusahaan Informasi dan Teknologi (IT) di bilangan Jakarta Pusat adalah salah satunya. Ia mengharapkan pemimpin Jakarta berikutnya bisa menciptakan Jakarta yang bersih, bebas dari sampah. Sebagai pejalan kaki, Putri juga berharap fasilitas trotoar untuk pedestrian semakin baik. Pasalnya, di sore hari sepulang kerja di area Jalan Wahid Hasyim Ashari Putri harus bersaing dengan motor-motor yang terparkir di trotoar serta pedagang kaki lima.
"Sekarang transportasi sudah mulai diperhatikan tapi untuk pejalan kaki belum terlalu. Semoga bisa lebih baik," kata Putri ketika ditemui Media Indonesia, Jumat (23/9).
Putri juga berharap pelaksanaan kampanye Pilkada (23 Oktober-11 Februari) bersih dari black campaign yang membawa isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Menurutnya, calon penimpin yang membawa isu SARA dalam kampanyenya tidak layak menjadi pemimpin Jakarta.
"Kalau dari awal sudah menjelek-jelekan orang lain pakai isu SARA bisa dibayangkan bagaimana cara mereka memimpin Jakarta nantinya," katanya.
Ninit, 28, mahasiswa lulusan program pascasarjana Universitas Atmajaya jurusan psikologi mengaku tidak setuju dengan kampanye yang membawa isu SARA. Pasalnya, hal itu berpotensi membuyarkan program-program yang ditawarkan cagub dan cawagub. Isu SARA, menurutnya, hanya akan memancing perselisihan, bukan hanya pasangan calon tapi juga masyarakat yang merasa tersinggung.
"Hal itu bisa memancing perselisihan karena kalau menyinggung salah satu kelompok suku atau agama akan memancing (emosi) pendukung salah satu calon. Padahal, program yang ditawarkan bagus tapi buyar karena ada sentimen SARA," katanya.
Sebagai pemilih muda, Aude Ilman, 19, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam menyebut politik berisi SARA sudah tidak mempan. Terbukti dari Pilkada periode sebelumnya di mana salah satu calonnya menganut agama mayoritas dan menjadi anggota aktivitas keagamaan, gagal menang. Menurutnya, warga Jakarta sudah semakin cerdas dalam memilih pemimpin.
"Jakarta butuh pemimpin yang tegas. Visi misinya harus jelas. Tidak perlu membawa isu SARA sekarang sudah enggak mempan. Warga Jakarta bisa menilai sendiri," katanya. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved