POLISI tangkap seorang perawat berinisial RS yang menjual kembali obat-obatan dari pasien Covid-19 yang telah meninggal dunia.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan RS yang bekerja di sebuah rumah sakit di Jakarta tersebut mengumpulkan sisa-sisa obat-obatan dari pasien yang sudah tidak terpakai, kemudian menyerahkannya kepada sindikatnya untuk dijual kembali melebihi harga eceran tertinggi melalui media sosial.
"Sisa obat dikumpulkan dan diserahkan kepada sindikat. Nanti kalau terkumpul dimainkan dengan harga eceran tertinggi," kata Yusri, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (4/8).
Yusri mengatakan dari penangkapan RS, pihaknya turut mengamankan 23 tersangka lainnya yang juga terlibat dalam penjualan obat covid-19 yang menyalahi aturan.
Yusri menjelaskan para tersangka membeli obat-obatan covid-19 dari apotek atau rumah sakit dengan memalsukan resep dokter. Para tersangka juga bekerja sama dengan pihak apotek untuk mendapatkan obat-obatan tersebut.
Baca juga : Hari ini, Ibu Hamil Boleh Vaksinasi
Setelah mengumpulkan obat dari perawat dan apotek, para tersangka kemudian menimbunnya. Setelah itu dengan adanya kebutuhan yang tinggi dan terjadinya kelangkaan di pasaran membuat harga melambung tinggi. Para tersangka lalu mengeruk untung puluhan hingga ratusan juta atas aksinya tersebut.
Adapun barang bukti yang disita oleh polisi dari tangan para tersangka, yakni 6.964 butir dan 27 botol obat terapi covid-19 berbagai merek. Pertama adalah Avigan Favipiravir 200 mg yang dijual Rp200 ribu per tablet. Padahal, harga eceran tertinggi obat tersebut hanya Rp22.500.
Lalu, Actemra 80 mg/4 ml dijual dengan harga Rp40 juta. Sedangkan harga eceran tertinggi berkisar Rp1 juta. Lalu, Fluvir Oseltamivir 75 mg tablet dijual Rp100 ribu. Sementara harga eceran tertingginya adalah Rp26 ribu. Keempat, Azithromycin 500 mg tablet yang dijual Rp13.500, di saat harga eceran tertingginya adalah Rp1.700. Terakhir, Ivermectin 12 mg tablet dijual Rp 75 ribu. Padahal, harga eceran tertinggi dijual Rp7.500.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 196 dan atau Pasal 198 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 62 Jo Pasal 10 UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara. (OL-2)