Jeritan Pekerja Hiburan di Jakarta: Kami Mati Langkah

Insi Nantika Jelita
21/7/2020 11:00
Jeritan Pekerja Hiburan di Jakarta: Kami Mati Langkah
Tempat hiburan malam di Jakarta.(MI/Ramdani )

IMBAS kebijakan Pemprov DKI selama pembatasan sosiap berskala besar (PSBB) sangat dirasakan oleh pekerja hiburan selama tiga bulan terakhir.

Ketua Serikat Pekerja Musik Indonesia (SPMI) Zuheri mengungkapkan banyak dari mereka 'menjerit' lantaran kehilangan pekerjaan dan pendapatan akibat penutupan tempat hiburan.

Baca juga: Polisi Sebut Pemasok Sabu ke Catherine Wilson bukan Artis

"Kami seperti mati langkah. Banyak dari teman-teman pekerja hiburan yang akhirnya pindah profesi karena tidak dipekerjakan lagi. Dari pemerintah tidak ada solusi yang tepat selama ini untuk kami," ungkap Suheri saat instagram live Media Indonesia  dengan tema 'Simalakama di Tempat Hiburan', Senin (20/7) malam.

Keluhan para pekerja hiburan yang merasa tidak adil atas kebijakan DKI tersebut sempat diutarakan ke Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) soal penutupan tempat hiburan.

Suheri mengatakan, bahwa DKI mengizinkan untuk tetap bisa menghadirkan acara musik namun tidak secara langsung. Pernah ia bersama teman kerjanya datang ke suatu hotel dan lakukan perekaman band melalui sebuah kamera. Tampilan tersebut disaksikan oleh tamu-tamu hotel.

Namun, diakuinya tidak cukup menompang kebutuhan pekerja hiburan karena undangan untuk bermain musik tidak setiap hari.

"Dampaknya tidak bisa menutupi kebutuhan kita, seperti gambling. Kami inginkan solusi yang tepat untuk menyelamatkan nasib kita," ucap Suheri.

SPMI, sebutnya, baru terbentuk beberapa bulan ini. Ada 2.600 anggota yang berasal dari pekerja dari kafe, restoran, dan bar yang tersebar di 23 provinsi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Hana Suryani, mengatakan para pekerja hiburan merasa di titik terakhir untuk bertahan hidup. Ia menyebut efek domino kebijakan DKI terasa begitu hebat. Hana meminta Pemprov DKI untuk tidak tebang pilih, di mana aktivitas lain diperbolehkan buka.

"Kami enggak tahu bersuara kemana lagi. Hampir empat bulan kami tidak diberikan solusi yang jelas. Teman-teman pekerja hiburan ada yang menumpang hidup dengan saudara mereka karena tidak punya uang lagi. Kita harus berdamai dengan Covid-19, seperti pak Jokowi bilang," kata Hana.

Menanggapi respon tersebut, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, menuturkan bahwa keputusan penutupan tempat hiburan datang berdasarkan penilaian tim gugus tugas covid-19 DKI dan rekomendasi ahli epidemiologi.

Mereka menyatakan, bahwa kasus positif Covid-19 di Ibu kota belum terkendali. Soal social distancing pun juga disebut susah dipratekan jika tempat hiburan seperti diskotek atau bar dibuka kembali.

Baca juga: Kebakaran di Kamal Muara Tewaskan Dua Warga

"Penyebaran Covid-19 di DKI masih tidak kondusif. Kami mematuhi saran tim gugus tugas dan ahli epidemiolog. Memang kami pahami itu keputusan yang berat bagi pekerja hiburan. Tapi kami coba berikan solusi, coba kita diskusikan bersama lagi," terang Cucu.

Menurutnya, dampak penutupan tempat hiburan bukan saja terjadi pada pekerja hiburan. Pendapatan Dinas Parekfraf dari pajak-pajak merosot tajam selama PSBB. Cucu mengatakan dari target pajak tempat hiburan sebesar Rp7,3 triliun, baru terealisasi Rp1,7 triliun. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya