Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PERHELATAN ajang musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2019 mendapat penolakan dari beberapa gerakan atau ormas. Salah satunya dari Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo).
Mereka melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Balai Kota Jakarta, Rabu (11/12), meminta acara DWP ditiadakan karena dianggap kegiatan maksiat.
"Kami datang langsung ke kantor Gubernur DKI tercinta untuk menagih janji yang ia kampanyekan untuk menghapuskan kegiatan maksiat. Jangan cuma Alexis saja yang ditutup, tapi DWP juga dilarang," ujar Aimar, salah satu orator dari Geprindo.
Aksi demonstrasi itu hanya dihadiri kurang dari 30 orang. Dalam orasinya, mereka mengancam akan menutup jalan menuju Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, tempat penyelenggaraan DWP. Acara musik itu berlangsung dari 13-15 Desember mendatang.
Baca juga: Fraksi PDIP di DPRD Minta Anies tidak Baper
"Kalau tetap dilaksanakan juga, kami akan menutup seluruh akses ke JIExpo. Kami akan blokade bersama ormas-ormas yang mendukung menolak acara maksiat itu," ucap Aimar.
OKK DPP GEPRINDO Abdurahman menilai acara DWP bukanlah ciri budaya pribumi Indonesia. Mereka tidak mau acara musik itu merusak budaya bangsa Indonesia.
"DWP bukan idealis kita, DWP bukan ciri khas pribumi Indonesia, itu budaya asing. Hadirnya kami, Gerakan Pribumi Indonesia, sebagai bentuk penolakan kami atas diselenggarakanya DWP yang berlangsung dari 13 sampai 15 yang akan datang," ungkap Abdurahman.
"Sebagai Gerakan Pribumi Indonesia yang cinta Tanah Air menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, menjunjung tinggi keadilan, menolak segala hal yg berbau kemaksiatan. Jangan sampai DWP menodai norma budaya yang ada," tandasnya. (OL-2)
Kemendagri membenarkan adanya aturan yang melarang organisasi masyarakat (ormas) untuk mengenakan seragam yang menyerupai TNI atau Polri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang ada saat ini.
Penertiban posko ormas yang dilakukan secara serentak berdasarkan instruksi Kapolda Banten Irjen Suyudi Ario Seto.
Polda Metro Jaya mengakutidak bisa membubarkan suatu organisasi kemasyarakatan (ormas). Itu menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bukan pihak kepolisian.
Benar, dia korban tindak pembunuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved