Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta berkomitmen untuk mendukung perjalanan kereta rel listrik (KRL) Commuterline sebagai angkutan massal yang digunakan oleh masyarakat. Untuk mendukung terus ditambahnya frekuensi perjalanan KRL yang akan berdampak pada timbulnya kemacetan di perlintasan sebidang, Dinas Perhubungan DKI Jakarta pun berkoordinasi dengan Dinas Bina Marga DKI untuk membangun simpang tak sebidang (STS).
“Ya kita koordinasi terus dengan Dinas Bina Marga untuk membangun STS jadi dari sebidang itu menjadi fly over atau underpass. Dan itu sudah dilakukan oleh Dinas Bina Marga,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (21/11).
Syafrin berujar untuk tahun ini sudah ada beberapa STS yang dibangun Pemprov DKI Jakarta. “Ya contohnya yang di putaran IISIP Lenteng Agung, juga ada di Tanjung Barat,” terangnya.
Sementara itu di titik-titik perlintasan sebidang yang belum dibuatkan STS pihaknya akan melakukan penambahan petugas dari Dishub DKI untuk mengatur lalu lintas.
“Jadi begitu ada pergerakan kereta api melintas di perlintasan yang masih sebidang kita tegakkan manajemen lalu lintas di titik itu supaya tidak ada ‘great lock’ di situ,” ungkapnya.
Ia juga mengimbau agar masyarakat dapat menaati peraturan lalu lintas di manapun termasuk saat melewai perlintasan sebidang rel kereta. “Karena justru dengan saling menyusup menerobos itu yang akan membuat lalu lintas semakin semrawut. Berkendaralah tetap di lajurnya,” tandasnya.
Di sisi lain, ia menepis anggaran Pemprov DKI tidak memiliki kemauan politik untuk membangun STS. Pembangunan STS dilakukan secara bertahap karena ada banyak permasalahan yang juga menjadi prioritas anggaran di DKI. “DKI ini kompleksitasnya begitu besar sehingga anggaran pun harus kita bagi-bagi,” kata Syafrin.
Sebelumnya, PT KAI Commuterline Indonesia (KCI) baru saja mengumumkan kebijakan penambahan jumlah perjalanan KRL Jabodetabek melalui penerbitan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2019 yang menggantikan Gapeka 2017.
PT KCI pada Gapeka 2019 ini memprogramkan operasi perjalanan KRL sebanyak 90 Loop yang berjumlah 1.057 perjalanan KRL perharinya.
Hal ini tentunya akan membuat frekuensi perlintasan KRL semakin tinggi. Pada titik jalan yang bertemu dengan rel atau pada perlintasan-perlintasan sebidang, tak pelak akan menimbulkan kemacetan karena frekuensi buka tutup palang pintu kereta akan bertambah.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menyebut seyogyanya Pemprov DKI Jakarta menutup perlintasan sebidang dan membuat perlintasan tidak sebidang. “Sebab, jika tidak dibuat perlintasan tak sebidang, target penambahan penumpang angkutan umum tidak akan tercapai. ,” kata Djoko.
Djoko menyebut pembuatan perlintasan tidak sebidang akan membuat KCI tidak ragu menambah Gapeka sehingga frekuensi perjalanan kereta akan lebih sering.
“Rute seperti Bogor-Jatinegara itu kan jarang-jarang keretanya karena mereka yang paling banyak berhadapan dengan perlintasan sebidang. Dari Bogor sampai Jatinegara tidak ada rel layang, semua sebidang,” tuturnya.
LRT Operasi Desember
Sementara itu, Light Rail Transit (LRT) Jakarta akan resmi beroperasi 1 Desember 2019. Pada fase pertama ini, LRT akan melayani masyarakat di enam stasiun.
“Stasiun Velodrome, stasiun Equestrian, stasiun Pulomas, tasiun Boulevard Selatan, Stasiun Boulevard Utara dan Stasiun Pegangsaan dua, dengan jarak tempuh 5,8 kilometer,” kata Direktur Utama LRT Wijanarko di stasiun LRT Velodrome, Jakarta Timur, Kamis (21/11).
Dari stasiun Velodrome menuju stasiun akhir stasiun Pegangsaan dua, maupun sebaliknya, akan memakan waktu tempuh kurang lebih 12 menit. Wijanarko menyebut stasiun LRT juga telah terintegrasi dengan moda transportasi publik lainnya.
Untuk satu kali jalan LRT akan menerapkan tarif flat yakni 5.000 rupiah. Pembayaran dapat dilakukan dengan kartu uang elektronik maupun kartu Jak Lingko. (Medcom/J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved