Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Sanitasi di DKI, antara Kegagalan Anies dan Fenomena Gunung Es

(Put/J-2)
09/10/2019 02:00
Sanitasi di DKI, antara Kegagalan Anies dan Fenomena Gunung Es
Warga mencuci pakaian di toilet umum yang dibangun di bantaran Sungai Ciliwung, Jakarta, Rabu (21/11/2018)(. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.)

Beberapa hari belakangan, persoalan warga Ibu Kota yang belum memiliki sanitasi memadai ramai dibicarakan di berbagai media.

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menanggapi masih adanya warga DKI Jakarta, khususnya di Grogol, Jakarta Barat, yang tidak mempunyai jamban, ini sebagai fenomena gunung es.

"Semua pihak termasuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak bisa melihat masalah ini hanya parsial pada ketiadaan sanitasi sebab persoalan ini jauh lebih besar dari sanitasi," tutur Nirwono saat dihubungi, Selasa (8/10).

Dia menegaskan Pemprov DKI harus menerima kenyataan masih banyaknya kampung kumuh di Jakarta dan hingga kini belum ada upaya untuk menatanya.

Menurut UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakaturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan, serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Dari data Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), permukiman kumuh di Jakarta tersebar di 118 dari 267 kelurahan (45%). Luasnya mencapai 1.005,24 hektare. Sebarannya di Jakarta Utara 39%, Jakarta Barat 28%, Jakarta Selatan 19%, Jakarta Timur 12%, Jakarta Pusat 11%, dan Kepulauan Seribu 1%.

Nirwono mengatakan Pemprov DKI harus mengecek kelegalan tempat tinggal penduduk terlebih dahulu. "Cek regulasi peruntukan kampung tersebut untuk apa? Permukimankah atau RTH bantaran kali dan sebagainya," ujarnya.

Bila warga memiliki sertifikat dan peruntukan bangunan sesuai perda, Pemprov DKI harus melakukan penataan ulang atau meremajakan kampung tersebut. Caranya dengan merevitalisasi menjadi hunian vertikal maksimal lima lantai dibarengi pembangunan infrastruktur jalan, saluran air bersih, air limbah, pipa gas, serta pencegahan kebakaran.

Anggota Fraksi Partai NasDem Nova Harivan Paloh menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah gagal mewujudkan janji kampanyenya sendiri, yakni program penataan kampung dan permukiman penduduk.

"Ya, menurut saya gagal total. Kalau seumpama dia melakukan itu sejak jadi gubernur, mungkin pemandangan itu tidak akan terjadi sekarang. Itu sendiri sudah membuktikan beliau gagal," kata Nova ketika dikonfirmasi, Senin (7/10) malam.

Fakta tersebut, menurut Nova, merupakan bukti nyata bahwa masih sangat banyak warga miskin yang belum disentuh Pemprov DKI. Mereka perlu dibantu. Misalnya, dengan merelokasi warga ke rumah susun sederhana sewa.

"Jadi, mereka bisa tinggal lebih layak, kesehatan meningkat, kehidupan lebih nyaman, sewa rusunnya juga murah karena disubsidi. Lebih manusiawilah. Maka, program rusunawa masih lebih dibutuhkan jika dibandingkan dengan rumah DP Rp0," tegas Nova yang akan duduk di Komisi D. (Put/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya