Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

DKI Tertinggal dari Jabar Soal Pajak BBNKB

MI
08/2/2019 10:20
DKI Tertinggal dari Jabar Soal Pajak BBNKB
(MI/Yanurisa Ananta)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tertinggal oleh Pemprov Jawa Barat soal rencana penaikan pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Pemprov Jabar telah lebih dulu mengesahkan perubahan atas Peraturan Daerah Jabar No 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengakomodasi kenaikan pajak BBNKB menjadi 12% dari semula 10%.

Untuk itu, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Faisal Syafrudin berharap rancangan perubahan atas Perda DKI No 9/2010 tentang BBNKB bisa segera disahkan.

"Ya kita sudah ketinggalan dari Jabar. Mereka sudah mengesahkan bulan lalu. Kita baru mau membahas. Saya harap sih ini cepat," ungkapnya saat ditemui di Balai Kota, kemarin.

Faisal menjelaskan bahwa kenaikan pajak BBNKB menjadi sekitar 12% memang telah menjadi keputusan bersama Badan Pendapatan Daerah se-Jawa dan Bali. Oleh karena itu, pemda di Jawa dan Bali harus menaikkan tarif pajak BBNKB pada angka tersebut.

Tujuannya bukan hanya meningkatkan pendapatan daerah, melainkan juga menghilangkan disparitas pajak yang membuat masyarakat bersiasat untuk membeli kendaraan di wilayah lain yang memiliki tarif pajak lebih rendah. "Sehingga sekarang semua pajaknya sama minimal di Jawa dan Bali," kata Faisal.

Selain Jawa Barat, daerah yang telah menetapkan pajak BBNKB di atas 10% ialah Provinsi Jawa Tengah, yakni sebesar 12,5%. Provinsi Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta masih menetapkan 10% untuk tarif pajak BBNKB. Sementara itu di Bali orang yang membeli kendaraan baru dikenai tarif pajak 15%.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Rian Nugroho menilai penaikan pajak bea balik nama kendaraan (BBNKB) tidak akan menjadi solusi jika pemerintah ingin menekan pertumbuhan kendaraan pribadi.

Ia mengatakan kenaikan tarif BBNKB dari 10% menjadi 12,5% merupakan hal wajar karena mengikuti inflasi dan tidak akan mencegah orang membeli kendaraan baru.

"Kebijakan itu disebut untuk menekan pembelian kendaraan, tapi rasanya masih gelap untuk ke arah sana. Buat saya kebijakan ini murni hanya untuk mengerek pendapatan," terangnya kepada Media Indonesia.

Untuk menekan jumlah kendaraan, menurut Rian Pemprov DKI perlu menerapkan 'ear mark policy'. Kebijakan tersebut ialah mengembalikan pajak yang dipungut dari masyarakat untuk hal yang terkait dengan pajak tersebut.

Pemprov DKI bisa menggunakan pendapatan pajak yang berkaitan dengan kendaraan pribadi untuk membenahi angkutan umum, semisal memperbanyak angkutan massal berbasis rel serta memberikan subsidi tarifnya. Hal itu menurutnya akan mampu memancing pengendara pribadi beralih ke angkutan umum.(Put/J-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya