Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KEBERADAAN taman permakaman di DKI Jakarta, saat ini makin terdesak bangunan perkantoran, permukiman warga, warung-warung, bahkan apartemen dan restoran. Hiruk pikuk orang-orang di kota sibuk ini membuat berkurangnya kesan angker yang melekat pada pekuburan.
Misalnya saja di sekitar Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Di seberang jalan TMP Kalibata, banyak terdapat jejeran warung makan, kios buah durian dan kafe yang buka mulai pukul 16.00 WIB hingga dini hari. Meski dekat dengan permakaman, pengunjung tetap ramai sampai larut malam. Mulai dari mereka yang hendak makan malam, atau kongkow-kongkow melepas penat.
''Sekarang di sini sudah ramai. Saya bisa berjualan sampai pagi,'' kata Rohidi, salah satu penjual minuman di sekitar TMP Kalibata.
Rohidi yang sudah berjualan selama 20 tahun itu menuturkan, pada awal-awal dia berjualan di sana, kesan angker dan menakutkan masih melekat karena di sekitar TMP sepi, belum banyak gedung-gedung dan bangunan lainnya. Namun, dengan bergesernya waktu, kesan itu lama-kelamaan berubah.
Apalagi saat ini, sekitar 200 meter dari TMP Kalibata, berdiri apartemen dan pusat perbelanjaan. Retno, salah seorang penghuni apartemen mengaku tidak merasa terganggu tinggal bertetangga dengan permakaman. Unit apartemen miliknya tepat menghadap ke arah makam. ''Sekarang sudah enggak kepikiran yang seram-seram. Di sini ramai,'' ujarnya.
Ia memutuskan membeli apartemen di sana karena lokasinya yang strategis dekat dengan pusat kota. ''Ini buat investasi saya juga. Saya yakin harganya naik kalau sewaktu-waktu saya jual,'' tuturnya.
Seperti Retno, warga lainnya, Alicia Gidley memilih tinggal di apartemen yang berseberangan dengan Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
''Apartemen saya pemandangannya langsung ke permakaman. Tapi, saya tidak merasa takut. Sekarang sudah ramai. Toh semua orang juga akan meninggal,'' tuturnya.
Ia mengaku membeli apartemen itu karena lokasi yang strategis dan harganya terus naik setiap tahun, meskipun hanya berjarak kurang dari 500 meter dengan TPU Karet Tengsin. ''Saya termasuk penghuni awal di sini. Dulu belum ada mal dan lain-lain. Saya pilih di sini karena dekat ke mana-mana,'' ujarnya.
Adapun, di sekitar TPU Jeruk Purut, saat ini sudah banyak warung dan kedai kecil serta restoran. Tepat di sebelah area pekuburan, misalnya, ada restoran Waroeng Solo yang menyajikan makanan khas seperti nasi liwet, semur ceker, dan nasi manggut. Makin malam, makin banyak pengunjung yang datang di sana. Dengan santai mereka menikmati makanan khas Solo.
''Saya ke sini niatnya mau makan makanan khas Solo. Soal takut atau enggak, saya enggak kepikiran ke arah sana. Saya cuma mau makan,'' kata Kamila, 32, salah satu pengunjung.
Ia biasa datang sekitar pukul 20.00 untuk makan malam di sana. ''Banyak angkutan umum (yang beroperasi) sampai larut malam. Jadi sudah enggak seram lewat sini.''
Pelayan di Waroeng Solo, Aden menjelaskan rumah makan itu sudah berdiri selama 10 tahun. Menurutnya, pihak pengelola memilih tempat tersebut karena lokasinya cukup strategis meski dekat dengan kuburan. Warung itu buka setiap hari mulai pukul 09.00 sampai dini hari. ''Kalau Sabtu dan Minggu yang datang justru lebih banyak dan sampai tengah malam nongkrong di sini.''
Tempat rekreasi
Di Jakarta Utara, Ereveld Ancol, taman permakaman untuk militer dan sipil Belanda serta beberapa orang Indonesia yang tewas dalam Perang Dunia Kedua, tampak asri. Permakaman yang berada di Jalan Lodan Timur Ancol Nomor 7 itu dilapis hamparan rumput kehijauan dengan makam-makam yang berderet rapi.
Andri, 42, seorang pemilik kios yang dekat dengan permakaman tersebut mengaku tidak pernah merasa takut membuka kiosnya di sana. Tempat itu malah seperti tempat rekreasi, karena lokasinya diapit Pantai Timur dan Pantai Carnaval Ancol.
''Udaranya di sini segar, karena ada angin laut. Termasuk penataannya yang rapi di atas hamparan rumput hijau. Apalagi ini kan makam bersejarah, jadi biasa untuk rekreasi,'' tuturnya.
Sementara, di TPU Kober Rawabunga, Jatinegara, Jakarta Timur, alih-alih jadi tempat angker, permakaman itu malah dimanfaatkan muda-mudi untuk berduaan.
Kompleks permakaman seluas empat hektare itu selalu dipenuhi pemuda usia tanggung setiap malam. ''Selalu ramai, remaja umur 17 tahunan. Ada yang pacaran, ada juga yang membawa teman dari luar daerah sini,'' kata Yayah, warga RT 09/06 yang rumahnya tak jauh dari TPU Kober.
Kondisi itu, mungkin tak lepas dari letak TPU yang bersebelahan dengan permukiman padat warga. Antara TPU dan rumah warga hanya dibatasi dinding setinggi 2 meter.
Longgarnya pengawasan membuat para remaja bisa leluasa berbuat mesum di area makam. ''Di sini makamnya memang terlihat nyaman. Jarang ada razia juga,'' imbuhnya.
Karena itu, ia meminta kepada pihak kelurahan dan keamanan di TPU Kober untuk meningkatkan keamanan dan menindak para pemuda yang berbuat negatif di area makam. ''Masak makam dijadikan tempat pacaran. Kami saja resah, apalagi penghuni kubur,'' kelakar Yayah sambil tertawa.
Ketika Media Indonesia menyambangi lokasi, beberapa pemuda terlihat duduk-duduk di area makam, di antara mereka berpasangan. salah seorang pemuda yang enggan disebut namanya mengakui, di TPU Kober memang kerap menjadi pilihan muda-mudi untuk berpacaran. Area TPU lebih ramai pada Sabtu malam.
''Malam Minggu ramai di sini, nongkrong. Ada yang mojok di bawah pohon,'' tuturnya.
Mereka tidak khawatir diusir petugas keamanan setempat karena pemuda yang nongkrong di area pekuburan kebanyakan bukan warga sekitar. ''Ya kami enggak khawatir, kan petugas keamanan enggak kenal sama kami,'' tukasnya.(Mal/Ths/*/J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved