Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Soal Bukti, Pemprov DKI Lebih Percaya Media ketimbang BNN

Nicky Aulia Widadio, Sri Utami
23/3/2018 07:54
Soal Bukti, Pemprov DKI Lebih Percaya Media ketimbang BNN
(Satpol PP menyegel diskotek Mille's International Club di Tamansari, Jakarta, 2016 lalu---MI/Adam Dwi)

DI tengah keengganan Pemprov DKI untuk memercayai laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) tentang pelanggaran 36 diskotek yang terindikasi menjadi tempat peredaran narkoba, laporan media massa justru dijadikan sebagai dasar pembuktian pelanggaran. Hal itu diatur pergub yang baru saja diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 12 Maret.

Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Toni Bako membenarkan rencana penutupan Alexis berdasarkan laporan media massa. “Laporan dari media massa ya, dan laporannya valid kan,” kata Toni saat dihubungi, kemarin.

Majalah Tempo memuat hasil investigasi pada edisi 29 Januari-4 Februari 2018 yang menguak masih eksisnya prostitusi di Alexis. Toni mengaku hasil investigasi itu telah diverifikasi pemprov terlebih dahulu. “Kalau sudah begitu (ditutup), ya sudah terbukti dong. Kita kan enggak berani kalau enggak ada bukti,” tegas Toni.

Perihal sumber laporan dari media massa atau masyarakat dijadikan bahan pertimbangan pencabutan izin usaha itu, kata dia, diatur dalam Pasal 55 Pergub No 11/2018 tentang tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata. Dalam pergub itu disebutkan juga, pengusaha yang melanggar dilarang mendirikan usaha pariwisata hiburan dan sejenisnya.

Menyoal pembuktian pelanggaran yang didasarkan kepada laporan pihak luar, dia menyinggung masalah validitas sumber laporan. Ketika disinggung tentang laporan BNN yang tidak ditindaklanjuti pemprov, Toni mengaku meragukan laporan hasil investigasi lembaga negara tersebut. “Itu laporannya belum valid. Enggak segitu. Mengindikasi aja 36 lokasi, tapi mana datanya? Dikasih enggak ke kita. Kalau benar-benar ada, ya kita sikat,” ujarnya.

Berbeda dengan laporan BNN, dia menilai laporan Tempo mengenai Alexis akurat. “Ya (36 diskotek) laporannya mana? Yang validnya, belum ada. (Laporan dari) media massa, tapi kan akurat,” tuturnya.

Usul asal
Rencana penutupan Alexis, kata Toni, merupakan usul  Dinas Pariwisata kepada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Satpol PP. Namun, Kepala PTSP Edy Junaedi mengaku tidak tahu ihwal penutupan tersebut. “Saya enggak tahu, agenda saya dari pagi padat,” kata Edy saat dihubungi terpisah. ­Kepala Satpol PP Yani Wahyu juga tak bisa ­dihubungi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Aspija) Erick Halauwet menduga Pergub 18/2018 itu sengaja dibuat untuk menghantam Alexis. “Saya lihat pergubnya itu terlalu buru-buru dibikin. Dibikin untuk menghantam Alexis lah, untuk memenuhi janji kampanye,” kata Erick saat dihubungi.

Dia mengaku pengusaha hiburan tidak dilibatkan dalam proses penyusunan pergub itu. Mereka baru mengetahuinya ketika pergub itu telah diterbitkan. Dia pun mempertanyakan soal rencana penutupan Alexis yang didasarkan pada laporan media massa. Pasalnya, kata dia, laporan tersebut diterbitkan pada akhir Januari 2018. Sementara itu, pergub baru terbit pada Maret ini. “Logikanya ya, Tempo itu (terbit) sebulan lalu, dan belum di-counter. Terus SK gubernur, baru minggu kemarin,” tutur dia.

Dia meminta pemprov tidak semena-mena menutup tempat hiburan.  “Mestinya ada proses investigasi dulu sebelum memberikan sanksi penutupan. Ya jelas kita enggak tenanglah. Antara pengusaha sendiri kan kadang persaingan ada ya. Nanti suruh orang kerjain sedikit, habis deh udah,” ucap Erick.

Ketua Hubungan Luar Negeri Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, Jon A Masli, mengatakan pemprov sebaiknya punya lembaga pengawas independen ketimbang menerima laporan dari luar. “Atau mungkin pergub itu ditambahkan lagi, adanya pembuktian dari pelanggaran itu tidak hanya di media atau laporan LSM, bisa enggak objektif,”. (Nic/Ssr/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya