Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Sekalian saja PKL Boleh Dagang di Depan Istana

Nicky Aulia Widadio
03/3/2018 10:08
Sekalian saja PKL Boleh Dagang di Depan Istana
(PKL menggelar dagangannya di trotoar Jalan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pekan lalu---MI/Susanto)

GERAM melihat sikap Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno yang masih membolehkan pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar, Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menantang Sandiaga menggunakan diskresinya di trotoar Istana Merdeka.

“Apa-apa dalihnya diskresi, beliau rupanya tipe pemimpin yang senang ditantang. Sekarang kita minta diskresi buat para PKL supaya boleh berjualan di depan Istana, di depan trotoar-trotoar kedutaan besar di Indonesia. Sandiaga bilang dia pejabat negara sehingga punya diskresi, ayo dong gunakan diskresinya di Istana,” tantang Alfred, kemarin (Jumat, 2/3/2018).

Ia mengaku tak habis pikir dengan kebijakan Sandiaga yang membolehkan PKL berjualan di trotoar kawasan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Alfred menilai, semestinya Sandiaga tidak main-main menyatakan diskresi, apalagi terkait dengan fungsi trotoar yang secara hukum dinyatakan hanya untuk pejalan kaki.

“Ini kebijakan yang sesat pikir, ini harus diluruskan. Jadi mereka menyebutkan itu untuk menyelamatkan lapangan pekerjaan ekonomi para PKL, tapi tidak menyelamatkan nyawa pejalan kaki,” kata Alfred.

Kritik senada juga datang dari Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus. Menurut dia, diskresi gubernur bisa digunakan untuk persoalan yang mendesak.

“Penataan PKL yang melanggar aturan itu tidak termasuk salah satu yang mendesak. Harusnya enggak bisa menggunakan diskresi karena pasti masyarakat akan menggugat. Bagaimana kota mau maju kalau PKL menjamur di mana-mana tidak terkendali? Mungkin nanti di depan istana boleh ya, di depan kantor gubernur juga,” kata Bestari.

Keinginan masyarakat
Dikecam seperti itu, Sandiaga bergeming dengan keputusannya. Baginya, persoalan PKL menyangkut urusan perut sehingga sifatnya mendesak.

“Kalau menurut saya, itu urgen. Tanah Abang setelah 22 Desember, kita butuh waktu tiga bulan untuk launching rencana penataan jangka menengah. Kalau tidak, tidak ada penghasilan bagi mereka. Menurut saya ini urgen. Kita bicara hajat hidup orang banyak,” tutur Sandiaga.

Sandiaga bahkan ingin mengajak Alfred Sitorus untuk jalan bersama dan mendengar sendiri bagaimana pejalan kaki di lapangan.

Ia mencontohkan diskresi yang digunakannya untuk menata PKL di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. “Ada diskresi yang harus dibuat karena ada 75 lapangan kerja di sana lalu dikali dua,” kata Sandiaga.

Ia mengatakan, PKL di trotoar Melawai ada karena dibutuhkan kalangan kar­yawan yang bekerja di sekitar Melawai.

“Mereka hadir di situ karena dibutuhkan oleh masyarakat sekitar, termasuk gedung-gedung tersebut, gedung PLN yang karyawan­nya kemarin secara volunteer datang ke saya, bilang bahwa kami butuh untuk makan siang di sini,” kata Sandiaga.

Karena itu, sambung dia, pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tersebut. Sandiaga mengatakan, tak hanya pegawai di sekitar Melawai, para pejalan kaki lainnya juga membutuhkan PKL tersebut.

Namun, dia berjanji akan mengatur PKL agar pejalan kaki tetap bisa menggunakan trotoar dengan nyaman.

“Karena trotoar itu memang fungsinya untuk pejalan kaki, kami harus carikan jalan supaya ada sedikit ruang untuk pejalan kaki,” ujar Sandiaga. (Mal/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya