Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
WARGA Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, selalu masuk berita saat musim hujan sebab di kawasan tersebut selalu tergenang air dari Sungai Ciliwung. Kini, sudah tidak ada lagi berita tersebut. Seluruh warga di situ dipindahkan ke Rusunawa Jatinegara Barat. Kampung Pulo saat ini sudah menjadi bagian dari Sungai Ciliwung.
Sebagian besar dari warga Kampung Pulo sejak pertengahan 2015 mendiami Rusunawa Jatinegara Barat. Rusunawa itu memiliki lahan 7.640 meter dengan dua tower, A dan B. Lokasi tersebut hanya berjarak 1 kilometer dari lokasi penggusuran. Tercatat ada 518 unit yang sudah dihuni korban penggusuran Kampung Pulo.
“Ada beberapa orang yang pindah karena masih memiliki rumah di Kampung Pulo. Kalau yang tersebar di media banyaknya warga rusun yang balik ke kampung Pulo itu mah bohong, mereka di sini betah - betah aja. Mereka juga tidak kehilangan mata pencariannya karena rusun ini deket dengan rumahnya yang dulu,” Kata I Made Pastiasa selaku Kepala Satuan Pelayanan Rusunawa Jatinegara Barat.
Apa yang disampaikan Pastiasa tidak sepenuhnya benar. Beberapa penghuni Rusunawa Jatinegara Barat mengaku tidak tahu di mana harus tinggal jika kembali karena rumah yang dahulu dihuni telah menjadi jalan raya dan bagian pelebaran Kali Ciliwung. Seperti halnya dengan Lilies, 31, ibu rumah tangga ini lebih memilih tinggal di rusun ketimbang harus kembali lagi.
“Kalau kita cari kontrakan di luar mahal, tahu sendiri paling murah Rp800 ribu. Rugilah kalau dapat rusun di sini enggak diambil. Sudah rumah enggak diganti, masak rugi lagi,” dalih Lilies.
Dia tidak berpikir balik ke Kampung Pulo meskipun dia memiliki uang untuk membeli tanah di sana. “Nanti digusur lagi, rugi dua kali saya.”
Sementara itu, warga di sini harus membiasakan hidup di lingkungan yang individual yang jauh dari kata kekeluargaan. Itu diakui Yuliana, 50, hidup di rusun sepi, jarang ada interaksi sesama warga. Dalam kesehariannya ibu dua anak ini berjualan minuman sasetan dan gorengan di lantai dua rusun.
“Di sini mah bosen banget. Dari pagi sampai malam lihatnya tembok mulu, paling banter lihatin suami saya aja,” canda Yuliana.
Soal ekonomi jadi momok bagi warga rusun. Iwan Setiawan yang sudah 40 tahun tinggal di Kampung Pulo salah satunya. Dia menunggak membayar sewa rusun selama 13 bulan atau setara Rp8 juta. Dia mengaku dulu hidupnya tidak susah seperti sekarang. “Saya selalu bayar pajak, itu tanah adat bukan tanah pemerintah. Saya mau buat sertifikat tanah dipersulit. Dulu saya jualan Rp150 ribu buat modal, untungnya Rp250 ribu. Di sini Rp300 ribu modal, untung Rp200 ribu, terus saya mau bayar uang sewa pakai apa?” keluhnya. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved