KOALISI Advokasi untuk Tindak Kekerasan terhadap Kelompok Minoritas Gender dan Seksual mengecam tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pihak kepolisian dalam penangkapan terhadap 144 pengunjung dan staf Atlantis Gym & Sauna, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 21 Mei 2017 pukul 20.00 WIB.
Penggerebekan yang dilakukan oleh Opsnal Jatanras dan Resmob Polres Jakarta Utara itu dipimpin oleh Kasat Reskrim AKBP Nasriadi. Penangkapan dilakukan atas adanya dugaan prostitusi gay dimana sebenarnya tidak ada kebijakan yang mengatur dan melarang tentang prostitusi gay.
Pada proses penangkapan, korban diamankan dengan menyita seluruh barang miliki mereka untuk dijadikan alat bukti. Penangkapan ini menurut kepolisian dilakukan karena korban melanggar Pasal 36 Jo Pasal 10 UU No 4 th 2008 tentang Pornografi & Pasal 30 Jo Pasal 4 Ayat 2 tentang penyedia usaha pornografi.
Korban digerebek, ditangkap dan digiring menuju Polres Jakarta Utara dengan keadaan ditelanjangi dan dimasukkan ke dalam bus angkutan kota.
Sesampai di kepolisian, sejumlah korban digiring untuk diperiksa dan dilakukan penyeledikan. Koalisi Advokasi menyesalkan tindakan tersebut karena korban ditelanjangi serta dikonsentrasikan menjadi dua kelompok terpisah antara pengunjung dan staff sauna, yang berpindah dari satu ruang ke ruangan lain untuk alasan pemeriksaan tanpa mengenakan pakaian.
Meski telah didampingi oleh kuasa hukum dari koalisi advokasi untuk Tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas, para korban tetap diperlakukan secara sewenang-wenang oleh kepolisian setempat dengan memotret para korban dalam kondidi tidak berbusana dan menyebarkan foto tersebut hingga menyebar viral baik melalui pesan singkat, media sosial maupun pemberitaan. "Tindakan tersebut adalah tindakan sewenang-wenang dan menurunkan derajat kemanusiaan para korban," ujar Febry Pratiwi dari LBH Jakarta.
Penangkapan ini juga sebagai preseden buruk bagi kelompok minoritas gender dan seksual lainnya. Penangkapan di ranah paling privat ini bisa saja menjadi acuan bagi tindakan kekerasan lain yang bersifat publik.
Oleh sebab itu, melalui pernyataan resminya, Koalisi Advokasi untuk Tindak kekerasan Terhadap Kelompok Minoritas meminta pihak kepolisian untuk tidak menyebarkan data peribadi korban. Alasannya hal ini adalah bentuk ancaman kemanan bagi korban dan pelanggaran hak privasi setiap warga negara.
Kepolisian juga diminta untuk tidak menyebarluaskan foto dan atau informasi lain yang dapat menurunkan derajat kemanusiaan korban. Kepolisian didesak untuk memberikan hak praduga tak bersalah bagi korban dan bila korban dinyatakan tidak bersalah untuk segera dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya.(OL-3)