Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PASAR Senen, Pasar Selasa, Pasar Rebo, Pasar Kamis, Pasar Jumat, Pasar Sabtu, dan Pasar Minggu.
Beragam kisah hingga mitos mewarnai asal penamaan pasar berdasarkan nama hari di Kota Jakarta.
Sejarawan Kartum Setiawan dalam artikelnya berjudul Hari Pasaran di Batavia menyebut penamaan pasar berdasarkan hari itu tak lepas dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda hanya membolehkan sebuah pasar beroperasi satu kali dalam sepekan dengan alasan keamanan.
"Selain pasar yang ditentukan berdasarkan hari, di Batavia juga terdapat pasar yang buka hanya di pagi hari yang dikenal dengan pasar pagi," imbuh Kartum dalam perbincangan dengan Media Indonesia.
Seperti halnya Pasar Senen yang didirikan tuan tanah bernama Justinus Vink.
Pasar Senen yang pendiriannya bersamaan dengan Pasar Tanah Abang mulai resmi beroperasi pada 30 Agustus 1735 setelah mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda.
Awalnya pasar itu bernama Pasar Weltevreden (karena berada di kawasan Weltevreden, berada di luar Batavia) atau Vink Passer (merujuk pada nama Justinus Vink).
Hanya saja pengucapan nama pasar itu tak sesuai dengan lidah orang Jakarta di masa itu sehingga warga lebih suka menyebutnya Pasar Senen.
Begitu juga dengan pasar yang khusus buka pada Minggu yang berada di dekat Tanjung West (kini Tanjung Barat), yang sekarang dikenal dengan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Untuk hari Rabu, pasar dibangun di daerah Tanjung East yang kemudian dikenal dengan Pasar Rebo.
Hari Kamis di Meester Cornelis (Jatinegara, kini menjadi Pasar Mester) dan hari Jumat di Pasar Jumat di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Lalu di mana Pasar Selasa dan Pasar Sabtu?
Sejarawan Restu Gunawan mengatakan di Batavia tetap ada pasar yang buka di hari Selasa dan Sabtu.
Hanya saja, di masyarakat kala itu berkembang mitos yang menghindari dua hari itu untuk beraktivitas.
"Katanya dua hari itu bukan hari yang baik untuk beraktivitas di luar rumah," ujarnya.
Sejatinya Pasar Selasa sejak lama telah berubah nama jadi Pasar Koja yang berada di Jakarta Utara.
Sementara itu, Pasar Sabtu tak lain ialah Pasar Tanah Abang yang sejak awal pendiriannya sudah diperuntukkan berjualan tekstil.
Wadah silaturahim
Pertanyaan yang menggelitik ialah mengapa pasar-pasar itu hanya buka di hari-hari tertentu? Mengapa tidak buka setiap hari seperti sekarang?
"Jangan disamakan Jakarta di zaman penjajahan Belanda dulu dengan sekarang. Jakarta saat itu masih sepi dan masyarakat banyak yang tinggal jauh di pedalaman," terang Restu Gunawan.
Pasar yang dalam bahasa Melayu berarti pekan, kata Restu, kala itu menjadi wahana tempat bertemunya orang dari berbagai latar belakang. Mereka datang dengan berbagai kepentingan, bukan sekadar berjual-beli.
"Saat itu penduduk Jakarta tidak terpusat dan serapat sekarang permukimannya. Penduduknya masih sedikit dan terpencar di mana-mana. Jadi sekali dalam sepekan mereka berkumpul di pasar, bukan cuma untuk jual-beli, tapi juga untuk bersilaturahim," terangnya. (J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved