Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
RETNO, 27, terlihat gelisah. Posisi duduk petugas loket Trans-Jakarta di halte Halimun, Jakarta Pusat, berubah-ubah. Kedua kakinya diimpit rapat dengan sesekali pinggangnya bergerak ke kiri dan kanan. Tiga orang yang mengantre membeli tiket pun heran dengan tingkah perempuan berkacamata ini. Seusai melayani pembeli tiket bus, Retno langsung lari keluar loket menuju ke sebuah masjid yang ada di sisi kanan halte. Sekitar 3 menit Retno lari dengan gopoh kembali ke tugasnya sebagai petugas tiket Trans-Jakarta.
“Begini kalau tidak ada toilet, untung dekat sini ada masjid,” kesalnya.
Retno bersyukur tempat sehari-hari dia bekerja dekat dengan masjid yang menyediakan toilet 24 jam. Setiap halte bus Trans-Jakarta, diyakininya memiliki masalah yang sama terkait dengan penyediaan sarana untuk buang hajat tersebut. Ada beberapa halte bus menyediakan toilet, tetapi sejak lama kondisi toilet tersebut sudah tidak terurus lagi.
Salah satu halte yang menyediakan toilet tersebut, yaitu halte Trans-Jakarta Dukuh Atas. Sayang, kondisinya sudah tidak layak pakai lagi. Lantai bercorak kotak terasa licin karena tidak disikat. Air keran pun terus mengucur karena rusak. Akibatnya menambah licin lantai. Tidak hanya itu, WC jongkoknya pun tidak lagi berfungsi dengan baik. Pintu toilet tidak bisa dikunci dari dalam. Kondisi ini juga diperparah dengan bau yang tidak sedap yang berasal dari air yang menggenang. Belum lagi dari bau pesing yang santer tercium.
Cymot, 25, warga Kebayoran, Jakarta Selatan, yang baru sebulan kembali dari Jerman merasa heran dengan fasilitas umum di Ibu Kota. Menurutnya, Jakarta sudah selayaknya memenuhi hak warganya untuk menyediakan toilet yang aman dan nyaman.
“Jakarta ibu kota negara loh... Seharusnya hal ini sudah selesai sejak dulu. Apalagi ini halte Trans-Jakarta, wajib menyediakan fasilitas umum toilet,” ujarnya kesal
Dia juga tidak bisa membayangkan jika warga harus menahan buang air kecil hingga tiba di rumahnya dengan kondisi Jakarta yang macet. Namun, dia juga heran sebab warga Jakarta tidak kritis dengan fasilitas yang menjadi haknya.
“Saya bukan membandingkan dengan luar negeri. Tapi jika masyarakatnya jadi sakit karena menahan buang air, pemerintah harusnya tanggung jawab karena hak publiknya tidak diberikan,” tegasnya.
Cymot pernah mengalami hal tidak menyenangkan saat dia membutuhkan toilet. Seorang petugas keamanan sebuah gedung di kawasan Sudirman tidak memberinya izin dengan alasan khusus untuk pegawai saja. “Padahal saya sudah kebelet, minta tolong juga diabaikan.” jengkelnya.
Masalah yang sama ditemui di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, sarana toilet digabung dengan tempat ibadah. Pilu melihatnya.
Pemerintah yang bertanggung jawab tidak mampu memenuhi hak warga.”Biar dosanya ditanggung pihak yang bertanggung jawab,” kesal Soleh, pedagang di sana. (Sri Utami/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved