Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Keju Tanpa Sapi: Inovasi Keju Fermentasi Lab Tantang Industri Susu Konvensional

Thalatie K Yani
13/7/2025 11:05
Keju Tanpa Sapi: Inovasi Keju Fermentasi Lab Tantang Industri Susu Konvensional
Keju tanpa susu(BBC)

DI sebuah bangunan sederhana di Stratford, London Timur, sebuah perusahaan rintisan asal Inggris, Better Dairy, sedang membuat keju—tanpa sapi, tanpa susu, dan tanpa menyentuh ambing. Mereka mengklaim, rasa kejunya nyaris tak bisa dibedakan dari keju asli.

Better Dairy hanyalah satu dari segelintir perusahaan global yang tengah berlomba memperkenalkan keju hasil fermentasi di laboratorium ke meja makan kita dalam beberapa tahun ke depan. Namun, apakah masyarakat siap menerima perubahan ini?

Tren Vegan Menurun, Keju Konvensional Kembali Diminati

Menurut Agriculture and Horticulture Development Board (AHDB), pasar makanan bebas daging saat ini mengalami kemunduran. Penjualan keju nabati di Inggris turun drastis sebesar 25,6% pada kuartal pertama 2025. Sebaliknya, penjualan keju sapi justru naik 3%.

AHDB menyebut jumlah vegan di Inggris masih kecil, sekitar 1–3% dari populasi, bahkan mengalami sedikit penurunan. Selain itu, harga tinggi dan kekhawatiran terhadap makanan ultra-proses menjadi alasan konsumen ragu. Survei pemerintah menunjukkan setelah harga, makanan yang dianggap “terlalu diproses” adalah kekhawatiran terbesar konsumen—dan keju vegan sering masuk kategori ini.

Masa Depan Keju Vegan: Antara Harapan dan Hambatan

Meski tren saat ini menurun, sejumlah perusahaan melihat peluang jangka panjang.

Di Belanda, Those Vegan Cowboys berencana meluncurkan kejunya di AS tahun ini, dan di Eropa dalam tiga hingga empat tahun—terkendala regulasi karena keju lab dianggap sebagai "novel food" oleh Uni Eropa.

CEO mereka, Hille van der Kaa, mengakui bahwa terhadap keju vegan masih rendah. Namun, ia menyasar pasar keju yang tidak terlalu diperhatikan konsumen, seperti keju dalam pizza beku.

“Kalau beli pizza beku, orang jarang peduli keju jenis apa yang dipakai. Itu yang mudah diganti,” ujarnya.

Sementara itu, perusahaan asal Prancis Standing Ovation menargetkan peluncuran di AS pada 2026, menyusul Inggris dan Eropa pada 2027.

Better Dairy belum meluncurkan produk karena biaya produksi yang masih tinggi. CEO-nya, Jevan Nagarajah, berharap dalam 3–4 tahun ke depan harga keju mereka bisa menyamai harga keju di toko khusus, dan kemudian bersaing di pasar ritel umum.

Bagaimana Rasanya?

Wartawan BBC yang mencicipi cheddar Better Dairy, mengaku rasanya lebih mendekati keju sapi dibanding keju vegan lain yang pernah ia coba. Versi keju muda terasa agak kenyal, sementara versi yang lebih tua cenderung lebih asin. Namun, keju ini meleleh sempurna di atas burger.

Proses produksinya melibatkan fermentasi presisi, menggunakan ragi yang direkayasa genetik untuk menghasilkan casein, protein utama dalam susu. Proses ini mirip seperti cara modern membuat insulin tanpa harus mengambilnya dari hewan.

Casein kemudian dicampur dengan lemak nabati dan komponen lain pembentuk keju, lalu diproses dengan teknik keju tradisional.

“Kami sengaja menghindari lemak kelapa atau kacang karena cenderung menghasilkan rasa tak alami,” ujar ilmuwan Better Dairy, Kate Royle.

Tantangan: Rasa, Harga, dan Citra Makanan Alami

Data AHDB menunjukkan dari konsumen yang pernah membeli keju vegan, 40% tidak membelinya lagi. Namun, Damian Watson dari Vegan Society mengatakan tidak semua vegan ingin makanan mereka meniru rasa produk hewani.

“Sebagian memang menginginkan rasa seperti daging atau susu, tapi sebagian lainnya justru ingin hal yang benar-benar berbeda,” ujarnya.

CEO Dairy UK, Judith Bryans, menyatakan bahwa kehadiran keju lab tidak akan menggoyahkan posisi pasar keju sapi. “Belum ada bukti bahwa produk lab bisa menggantikan pasar yang ada. Masih perlu dilihat bagaimana persepsi konsumen terhadap produk-produk ini.”

Namun demikian, perusahaan-perusahaan seperti Better Dairy, Those Vegan Cowboys, dan Standing Ovation mulai menggandeng produsen besar untuk memperluas skala produksi dan menekan harga. Standing Ovation bahkan sudah bermitra dengan produsen BabyBel, Bel Group.

CEO Standing Ovation, Yvan Chardonnens, optimistis kegagalan keju vegan di “gelombang pertama” disebabkan oleh kualitas yang rendah. Ia berharap fase berikutnya membawa inovasi lebih baik.

Mengubah Persepsi Tentang Industri Susu

Isu makanan ultra-proses juga menjadi perhatian besar. Namun, perusahaan keju lab menekankan produk mereka bebas laktosa, tanpa kolesterol, dan lebih rendah lemak jenuh. Mereka bahkan berargumen semua keju merupakan produk olahan.

Van der Kaa menegaskan, masyarakat kerap memiliki pandangan romantis terhadap peternakan sapi perah, padahal industri tersebut kini sangat terotomatisasi.

“Orang menganggap keju dari sapi itu alami, padahal prosesnya sudah sangat industrial. Tugas kita adalah mengedukasi publik soal bagaimana keju sebenarnya dibuat saat ini.” (BBC/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya