Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
KUMANDANG azan zuhur terdengar merdu di Masjid Cut Meutia yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Puluhan jemaah yang semula bersantai di selasar masjid segera beranjak dan menyucikan diri dengan berwudu.
Jemaah lain yang sedang mengaji segera menutup Alquran. Yang tengah berzikir meletakkan tasbih mereka. Begitu pula halnya mereka yang berselawat, menghentikan sejenak aktivitas. Mereka semua bersiap mengambil posisi salat berjemaah.
Masjid yang berada di jantung Kota Jakarta itu selalu dipenuhi jemaah, apalagi di bulan suci Ramadan. Selain letaknya yang strategis, Masjid Cut Meutia ialah salah satu masjid bersejarah peninggalan Belanda.
Bangunan masjid yang terdiri atas dua lantai itu terlihat kukuh dengan ditopang 13 tiang. Sebelum berubah menjadi masjid, pada zaman penjajahan, gedung tersebut difungsikan sebagai kantor pos dan biro arsitek milik pemerintah Belanda bernama NV (Naamloze Vennootschap/Perseroan Terbatas) Bouwploeg.
Selain itu, gedung tersebut pernah berfungsi sebagai Kantor Jawatan Kereta Api Belanda dan Kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942-1945). Setelah Indonesia merdeka, bangunan pernah difungsikan sebagai Kantor Urusan Perumahan hingga Kantor Urusan Agama (1964-1970).
Menurut pengurus Masjid Cut Meutia, Khairunisa, ciri khas bangunan tersebut tidak pernah diubah kendati telah berubah fungsi menjadi masjid. Hanya, kehadiran kaligrafi yang berada searah kiblat mencirikan bangunan tersebut menjadi rumah ibadah umat muslim.
“Tidak ada yang berubah. Bahkan, warna catnya juga tidak pernah diubah. Yang berubah hanya tangga utama yang dipindah ke samping karena tempat tangga semula kini dijadikan tempat imam dan khotbah,” ujarnya, pekan lalu.
Sejak 1961 Masjid Cut Meutia memang berada di bawah Dinas Museum dan Sejarah DKI karena merupakan gedung yang dilindungi sebagai cagar budaya. Peruntukannya dapat berubah, tapi bentuk bangunannya tidak boleh diubah dan hanya boleh direnovasi.
Kharunisa mengungkapkan, nama masjid diambil dari nama jalan tempat gedung tersebut berdiri, yakni Jalan Cut Meutia. Letak masjid yang berada tengah pusat perkantoran dan perbelanjaan membuat banyak jemaah dari berbagai daerah dan kawasan sekitar sengaja salat di masjid ini.
“Masjid hanya sepi saat salat Id berlangsung. Karena salat Id dilakukan di lapangan,” terangnya.
Pengurus lain Masjid Cut Meutia, Lia, menerangkan bangunan bersejarah ini baru ditetapkan sebagai masjid pada 1987 melalui SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 5184/1987. Kapasitasnya sekitar 3.000 jemaah.
Arah kiblat
Terkait dengan arah kiblat yang menyerong, menurut Lia, hal tersebut terjadi karena arah bangunan tidak searah kiblat. Masjid yang berdiri di atas lahan 5.000 meter persegi tersebut kemudian mengalami penyesuaian arah kiblat sesuai dengan cara penetapannya.
“Karena dari awalnya bukan masjid. Jadi, arah kiblatnya menyerong ke kanan,” tuturnya.
Ia juga mengatakan, selama Ramadan aktivitas masjid dikoordinasikan pemuda masjid. Aktivitasnya antara lain tadarus, pembagian takjil, berbuka puasa, tarawih, dan menerima zakat fitrah.
Sementara itu, Sutrisno, warga Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengatakan banyak warga dari berbagai daerah bahkan luar negeri yang datang dan tertarik dengan sejarah Masjid Cut Meutia. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved