Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Langgar Tinggi dari Barter Dakwah

Sri Utami
25/5/2018 09:13
Langgar Tinggi dari Barter Dakwah
Pengendara motor melintas di depan Langgar Tinggi yang merupakan salah satu masjid tua dan bersejarah di Pekojan, Jakarta Barat(MI/Rommy Pujianto)

LANGGAR Tinggi yang berada di Barat Jakarta tepatnya di Pekojan Raya, Kelurahan Pekojan, Jakarta Barat, memiliki andil besar pada penyebaran agama Islam di Tanah Air. Dahulu tempat itu sangat strategis sehingga banyak dikunjungi saudagar dari Timur Tengah, India, dan Tiongkok. Melalui penuturan Ketua Pengurus Langgar Tinggi, Ahmad Alwi Assegaf, 59, didapatkan cerita pada masa abad ke-18 atau sebelum 1829, Pekojan menjadi daerah bersandarnya kapal-kapal saudagar dari Yaman.

Ratusan saudagar dari Kumpulan Sarekat Dagang Islam datang setiap harinya membawa hasil bumi yang akan ditukarkan dengan berbagai kebutuhan yang mereka dapatkan di daerah yang akhirnya dijuluki Kampung Arab tersebut.

“Mereka berdagang, barter sambil berdakwah. Hasil dagangan mereka akhirnya disepakati untuk dibuatkan langgar ini untuk tempat berdakwah. Kenapa hasil dagangan mereka dibuat langgar karena mereka tidak mau dakwah mereka dibayar,” jelasnya

Pemerintah Belanda yang saat itu berkuasa, tidak mampu membendung penyebaran agama Islam yang arusnya demikian kuat. Bahkan, sekutu Belanda, yakni Portugis ikut membantu membuatkan langgar yang terdiri dua lantai itu.

“Akhirnya, pada 1829 langgar ini dibangun dengan sentuhan berbagai budaya. Ada dari Portugisnya, Belanda, Tiongkok, dan Arab,” imbuhnya.

Sambil sesekali membetulkan letak kopiah hitamnya dan satu kaki yang dilipat di kursi tempatnya duduk, Ahmad merinci bagian akulturasi Langgar Tinggi. Pintu masuk langgar berbentuk setengah lingkaran dengan penyangga yang terbuat dari kayu besi.

Di beberapa bagian terdapat garis bertingkat tiga mencirikan budaya Arab yang dibawa orang Yaman. Di sisi kiri pintu masuk berdiri kukuh 10 tiang bulat menyerupai pion catur.

“Nah, tiang pion itu ciri dari budaya Portugis karena arsiteknya orang sana. Orang Portugis kan terkenal jago arsitek. Kalau pintu dan jendela itu ciri dari Tiongkok, sedangkan bagian bawah langgar ini digunakan untuk mereka istirahat karena tidak mungkin mereka ramai tidur di tempat ibadah dan biasanya mereka lama tinggal sampai dua minggu dan berbulan-bulan,” jelas lelaki berlogat Betawi itu.

Menjaga tradisi
Jauh sebelum menyempit dan keruh seperti saat ini, Kali Angke yang berada di dekatnya menjadi urat nadi transportasi masyarakat di sekitar kawasan Pekojan. Tidak mengherankan jika banyak saudagar dari luar datang dengan kapal besar maupun kecil melalui kali ini. Setelah berada di Pekojan dan melakukan barter biasanya mereka melanjutkan perjalanan ke Aceh, Kalimantan, atau Sulawesi.

Namun, tidak jarang para saudagar membawa berbagai hasil bumi seperti ragam buah yang dibarter dengan bahan lain, seperti kayu, genting, atau tempat khusus Alquran yang dibuat perajin dari Serang, Kulon Tangerang, Banten.

Saat ini, Langgar Tinggi telah ditetapkan menjadi warisan budaya oleh pemerintah DKI Jakarta. Sejak berdiri langgar tersebut masih terjaga keasliannya.

“Semua masih asli. Dipugar baru tiga kali pada 1993, 2001, dan 2002, dan untuk perawatan kami suntik kayu dengan antirayap enam tahun sekali,” terangnya.

Aktivitas rutin juga tetap dilakukan salah di antaranya salat tarawih berjemaah, tadarusan, marawis, serta khatam Alquran hingga malam ke-29.

“Budaya di sini ada pengajian hingga khatam Alquran sampai malam 29. Setelah kita semua syukuran sambil semua warga membawa makanan khas Arab dan dimakan bersama-sama,” tutupnya. (H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya