Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
ADA hal-hal yang tidak bisa dibumihanguskan peperangan dan bom. Salah satunya Mohammed Anis dan tekadnya bertahan hidup di tengah reruntuhan yang mengubur wajah cantik kampung halamannya, Aleppo, Suriah.
Selain rumah yang menjelma puing-puing, Anis kehilangan banyak hal berharga seperti koleksi mobil-mobil lawas vintage Amerika kesayangannya yang hancur akibat amukan perang enam tahun terakhir.
Anis telah dikenal luas di lingkungan timur Aleppo, yang dikuasai kelompok pemberontak sebelum jatuh ke tangan pasukan pemerintah pada akhir Desember lalu.
Di tengah pertempuran ganas dan kekurangan persediaan kebutuhan vital, ia menolak untuk meninggalkan rumah dan koleksi mobil vintage yang ia pamerkan setiap kali ia bisa.
Dia menjadi salah satu sosok paling inspiratif di kota terbesar Suriah itu. Mudah menemukan Anis di daerah Al-Shaar. Tinggal bertanya tempat menemukan orang yang mengumpulkan mobil Amerika tua.
Dia biasa disebut dengan nama samaran Abu Omar demi alasan keamanan. Dia kini berjuang memulai kehidupan baru di rumah berpintu besi warna hijau.
Jalan menuju rumahnya harus dilalui berjalan kaki karena akses terputus reruntuhan. Ketika membuka pintu, Anis menyapa, “Anda orang-orang Prancis itu,” mengatahui yang datang adalah tim AFP.
Anis mengisahkan dia baru meninggalkan Aleppo dua bulan sebelum bagian wilayah bagian timur jatuh ke pasukan pemerintah.
Pria yang di lingkungan itu dikenal sebagai ‘serigala putih’ karena rambut putihnya bak jambul itu berulang kali menyatakan tidak ada yang bisa menghancurkan gairahnya untuk hidup.
Dia berencana ‘mereparasi’ mobil-mobil antiknya yang ‘terluka’, beberapa hancur, beberapa rusak. Anis juga akan membeli yang baru. Ia memiliki tekad baja.
Mengapa Anis sanggup tinggal dalam kondisi itu? “Ini rumah saya,” jawabnya singkat. Seperti banyak penduduk Aleppo, Anis tidur di puing-puing.
Satu-satunya benda di sekelilingnya yang masih berfungsi adalah gramofon tua Sebuah gramofon seperti yang biasa dilihat di film-film lawas, tersimpan di samping tempat tidurnya.
Untungnya gramofon itu tipe engkol sehingga tak perlu listrik. Pasalnya, listrik di Aleppo hanya nyala paling lama 1 jam.
“Saya akan memainkannya untuk Anda,” kata Anis. “Namun, pertama-tama, saya harus nyalakan cangkelong saya. Saya tidak pernah mendengarkan musik tanpa itu,” ujarnya.
Seketika, musik pun mengalun indah di tengah puing-puing. (AFP/Haufan Hasyim Salengke/I-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved