Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Derita Korban Perang Narkoba Duterte

15/3/2017 08:20
Derita Korban Perang Narkoba Duterte
(AFP/TED ALJIBE)

“KETIKA mereka membunuh suami dan anak saya, mereka juga telah membunuh saya,” ujar Sally Antonio.

Perempuan 43 tahun itu kehilangan anak dan suaminya setelah razia polisi melawan narkoba, yang merupakan bagian dari perang besar yang dikobarkan Presiden Rodrigo Duterte di Filipina.

Tidak cukup menjadi janda, Antonio harus bekerja di tiga pekerjaan berbeda untuk menyambung hidup sekaligus memberikan makan kepada lima anak dan cucunya.

“Kadang-kadang saya begitu lelah dan tangan saya terlalu sakit, saya harus berhenti bekerja untuk satu atau dua hari,” kata Antonio sembari terisak.

“Lalu aku harus meminjam uang dari tetangga,” tambahnya.

Karena banyaknya pekerjaan, Antonio bahkan hanya tidur 2 jam sehari. Anak perempuan Antonio pun harus berhenti dari universitas untuk menjaga saudaranya yang lebih muda.

Salah satu penderitaan yang paling sulit ialah mencari uang untuk membeli obat untuk salah satu anaknya yang menderita penyakit jantung. “Saya marah, mengapa mereka harus membunuh suami dan anak saya dan meninggalkan keluarga korban seperti ini?” serunya.

Sementara itu, kebijakan keras Duterte telah merenggut 7.000 nyawa. Ia meninggalkan sebagian besar keluarga penderita dalam apa yang disebut kelompok hak asasi sebagai ‘perang melawan orang miskin’.

Amnesti Internasional mengatakan dalam sebuah laporan pada Februari lalu bahwa pembunuhan kerap terjadi di daerah perkotaan yang miskin dan sering kali laki-laki pencari nafkah menjadi sasaran.

Duterte memberikan reaksi berbeda dengan mengatakan, “Tidak terlalu penting bagi saya jika Anda pedagang narkoba terbesar atau orang paling miskin, kalian bersekongkol menghancurkan orang-orang.”

Duterte memenangi pemilihan presiden tahun lalu setelah berjanji memberantas narkoba di Filipina dengan membunuh puluhan ribu orang.

Presiden berusia 71 tahun itu bahkan mengatakan akan ‘senang membantai’ 3 juta orang yang terlibat narkoba.

Saat ini Gereja Katolik menjadi sumber dukungan finansial dan emosional utama bagi keluarga seperti Antonio. Gereja pun mengatakan pembunuhan pelaku narkoba hanya menciptakan lebih banyak masalah. “Beberapa dari mereka yang ditinggalkan akhirnya juga menjual narkoba sementara yang lainnya melakukan prostitusi. Ini masalah kelangsungan hidup,” ujar Dennis Mecro, pemimpin program gereja di Manila. (AFP/Indah Hoesin/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya