Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Rambo Pimpin Kelompok Penculik WNI di Filipina

Arif Hulwan
08/5/2016 18:27
Rambo Pimpin Kelompok Penculik WNI di Filipina
(Istimewa)

PROSES pembebasan empat Warga Negara Indonesia yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf sudah menemui titik terang. Upaya pembebasan lewat jalur intelejen pun didorong diutamakan ketimbang jalur militer. Dalam jangka panjang, Pemerintah Indonesia diminta untuk memediasi Pemerintah Filipina dengan sparatis di Filipina Selatan.

Negosiator pihak Indonesia, Kivlan Zein, mengungkapkan, penyandera ialah salah satu faksi di Abu Sayyaf yang dipimpin oleh seorang dengan nama sandi Rambo.
"Sudah melunak dengan diplomasi," ungkapnya, Minggu (8/4). Meski begitu, ia tak menyebut soal kepastian tentang pembebasan sandera.

Selain dirinya, tim negosiator itu diisi oleh Nur Misuari, pendiri kelompok Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF). Hal itu memberi keuntungan bagi pihaknya dalam diplomasi tersebut. "Karena ia (Rambo) bekas anak buahnya (Nur)," ungkap Kivlan.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha menyebut bahwa upaya diplomasi intelejen yang dipilih Pemerintah Indonesia sudah tepat. Itu akan jauh meminimalisasi korban, biaya, dan tak lebih menguras energi ketimbang pilihan operasi militer. Apalagi, konstitusi FIlipina tak mengijinkan itu.

"Intel kita juga tidak hanya sebatas (berkemampuan) militer. Mereka juga ulama, kyai, orang Solok atau Jolo, Filipina, yang bisa dijadikan agen di sana. Mereka juga menguasai IT. Sudah bagus sekali ini. Tidak perlu militer. Militer hanya pembuka jalan," ungkapnya.

Tak berhenti di pembebasan sandera, Syaiful memandang bahwa Indonesia mesti bertindak lebih jauh pada hubungan Pemerintah Filipina dengan kelompok-kelompok sparatis di Filipina Selatan. Ia menyebut nama Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI, sebagai tokoh yang potensial menjembatani upaya perdamaian di perseteruan dengan riwayat panjang itu.

Perdamaian itu disebutnya bakal bermanfaat bagi Indonesia sendiri. Kesepakatan tiga negara, Indonesia, Malaysia, Filipina, soal patroli perairan di sekitar lautan Filipina Selatan, hanya bersifat sementara. Ia pun tak yakin patroli itu bakal efektif.

Terlebih, hanya tiga dari enam kapal perang RI di Pangkalan TNI AL (Lanal) Nunukan yang rutin beroperasi. Keterbatasan jatah BBM jadi hambatannya. "Kalau Pemerintah RI bisa memediasi, ini langkah baik," tutup Syaiful. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya